Selasa, 16 September 2008

REVIEW BUKU

MAX SCHELER : ETIKA FENOMENOLOGI NILAI
(Tulisan Dr. Mudji Sutrisno SJ, dalam Buku 70 Tahun Toety Heraty, Pawai Kehidupan, Sumbangan tulisan dari sahabat, kawan, rekan tercinta dan terhormat, Penerbit Yayasan Mitra Budaya Indonesia, 2003)
Oleh : Rakhmani

A. Fenomenologi Nilai Max Scheler :
Max Scheler dalam bukunya “Formalism in Ethics and Non Formal-Ethics of Value” sebagaimana diterjemahkan Manfred S. Frigs dan Roger C. Funk, Evaston ; Northwestern University Press, 1973 hal. 202-203, membedakan 3 (tiga) jenis fakta, yaitu : fakta natural (hasil pengenalan indera, berupa benda-benda kongkrit dari “natura/nature”, fakta ilmiah (abstraksi dari pengetahuan kongkret inderawi yang bisa diformalkan dalam rumusan abstraksi simbolik) dan fakta fenomenologis (lewat intuisi dikenali langsung hakekat fenomen atau yang menggejala ke kita).
Scheler secara khusus mengamati pengalaman emosi sebagai kajian fenomenologi ketika orang mengalami nilai secara emosional terarah atau tensional yang dirangkumnya sebagai intuisi emosi langsung.
Pokok-pokok etika nilai Max Scheler, antara lain : (1) Scheler mengoreksi formalisme deontologis etika Kant yang menolak etika teleologis dan etika kebaikan tetapi ia sependapat dengan Kant bahwa mendasarkan diri pada moralitas prinsip kebaikan itu tidak sahih karena berubah terus dan dinamis serta relatif karena mendasarkan diri pada sesuatu yang tidak rigoris kekal, (2) hal yang baik (good) secara obyektif tetap berharga, (3) nilai adalah kualitas tertentu yang tidak tergantung legitimasinya pada si pembawa maupun tanggapan orang terhadapnya, (4) yang baik (guter) pada dasarnya adalah yang bernilai (werdinge), kualitas nilai tidak berubah dengan adanya perubahan benda/barang begitu pula dengan perubahan pembawanya (nilai pada persfektif ini sebagai kualitas mewujud nyata menjadi riil dan ideal objects, (5) terdapat hirarki nilai dengan realitas tersusun bertingkat (yang satu lebih tinggi daripada yang lain berdasarkan “the act of preferring” (preferensi nilai intinya). Keempat tingkatan hirarki tersebut antara lain : (a) nilai kenikmatan (pleasant) dan yang tidak nikmat, (b) nilai hidup (luhur dan nista), (c) nilai spiritual (cinta dan benci), dan (d) nilai suci dan profan.
Pengukuran hirarki nilai dilakukan melalui : (1) bertahan secara intrinsik lama dan terus menerus, (2) ketidakterbagian (indivisibility), (3) keterkaitan dengan nilai lain secara relatif (nilai guna terkait dengan nilai nikmat), (4) kepuasan batin, (5) kedekatannya dengan “Sang Maha Bernilai” (semakin tinggi dan dekat dengan kualitas tertinggi paling bernilai maka akan semakin tingkat atau hirarkinya.

B. Fenomenologi Nilai : Konteks Masalah
Arti nilai menurut Filsuf A. Lalande dalam “Dizionario Critico di Filosofia”, ISEDI Milano, 1971, hal. 966-967) terbagi atas dua garis besar, yaitu : (1) arti objektif, berupa sifat khas, watak khusus hal, benda atau apa saja yang membuat hal tersebut lebih atau kurang layak dihargai, dinilai dan dimuliakan (stimare), (2) arti subjektif nilai, ciri khas hal tersebut yang membuatnya lebih atau kurang dihargai oleh si subjek atau sekelompok (yang sedang menilai hal tersebut).
Karena nilai berkategori objektif dan subjektif maka menimbulkan interpretasi yang berbeda memandang sesuatu apakah bernilai atau tidak, jalan terbaik untuk sampai ke unsur-unsur esensial nilai hanya bisa ditempuh melalui verifikasi (Verificare), artinya secara formal dan mendasar bertanya apa itu unsur-unsur esensi nilai?
Terdapat empat unsur penyusunan dasar nilai, yaitu : unsur yang berasal dari objek (faktor unsur kegunaan/manfaat “utility” dan faktor unsur kepentingan “importance” dan unsur yang berasal dari subjek (unsur kebutuhan “need” dan unsur penilaian/penafsiran dan penghargaan “estimation”).
Dalam pandangan lain sebagaimana dikemukakan Y. Gorby dalam “Belle Valuer”, Vander/Nauwelaerts, Louvain, hal. 59 dan seterusnya, bahwa pembentuk keempat unsur nilai tersebut diatas, dalam pemahaman “ekstrem-ekstrem”nya : (1) privation (terjadi apabila ada kekurangan nilai sebagai objek pada diri yang mengingini), (2) transendensi (kondisi ekselen atau superioritas dari nilai, sebagai objek, dalam hubungannya dengan si subjek/pengagum. Bahasa mudahnya, nilai (hal) tertentu itu begitu “mencekam” sehingga mengatasi “menguasai” si subjek.
Nilai-nilai dapat diklasifikasikan menurut : (1) nilai intrinsik (ontologis), yaitu harga yang dipandang vital, penting demi “adanya” si benda/hal tersebut, didalamnya terkandung unsur kegunaan (utilitas), kepentingan dan penilaian serta interst, contoh : dinamo untuk mobil, (2) nilai ekstrinsik adalah kualitas bagi suatu hal yang dipandang berguna, perlu menarik demi kelangsungan adanya yang lain, mengandung dimensi ekstensial hal-hal untuk si subjek, contoh : obat merupakan nilai ekstrinsik bagi orang sakit. Dalam tataran lebih lanjut, nilai ekstrinsik dapat dibagi lagi dalam : nilai tindakan dengan nilai dalam potensi, nilai natur (alami) dengan nilai budaya dan nilai ekonomi dengan nilai spiritual.
S. Agustinus dalam “De Doctrina Christiana”, I, Cc 2-3, menggambarkan skema umum, dunia pengertian dibagi dalam dua bagian kelompok : (1) dunia tanda (stigma) meliputi : kata, bahasa, symbol-symbol, sakramen-sakramen, (2) dunia hal-hal, meliputi : (a) hal-hal yang berguna, (b). hal-hal yang menyenangkan, (c) hal-hal yang baik, berguna dan menyenangkan. Hal-hal yang menyenangkan membuat kita bahagia, sementara hal-hal yang berguna membantu kita menuju dan mengikuti kebahagiaan.
Sementara J. De Finance (filsuf Pramcis) dalam “Etica Generale”, Bari, 1975, hal. 54-57, membagi nilai berdasarkan aspek yang berkaitan dengan spiritual manusia, bahwa semakin tinggi dan baik salah satu nilai maka semakin berkaitlah ia dengan aspek spiritual manusia yang lebih tinggi. Klasifikasi nilai-nilai dimaksud antara lain : (1) nilai-nilai pra-manusiawi (pra human), berlaku untuk manusia tetapi tak membuatnya manusiawi (nilai-nilai hedonis dan biologis), (2) nilai-nilai manusiawi pra-moral (human value pra-moral), berkaitan dengan kepentingan sosial atau kultural (nilai-nilai ekonomis, intelektual dan nilai-nilai etis), (3) nilai-nilai moral (moral value), meliputi : nilai-nilai yang merupakan tindak pelaksanaan kebebasan dalam realisasinya terhadap kewajiban (duty) dan kebaikan (4) nilai-nilai spiritual dan religius, berupa : nilai-nilai dalam lingkup yang “suci” dan “Tuhan”.
Lain halnya dengan Erich Fromm dalam “Having and Being”, 1977, membagi nilai dalam dua ringkasan : (1) nilai-nilai ekonomis, yang menyangkut dunia/lingkup kepemilikan (having), keberadaan di dunia dengan kecendrungan mau memiliki semua, (2) nilai-nilai entitatif, yang menyangkut “being”, nilai ini dasariah demi eksistensi sama dengan “being” sebagai ruang keberadaan di dunia dengan nilai-nilai yang mengembangkan pribadi.Dalam perkembangan masyarakat modern, beberapa antropolog dan filsuf mengembangkan teori relativitas, bahwa nilai untuk mereka, seperti halnya unsur kebudayaan, merupakan buah keringat dari “genealitas” salah satu bangsa tertentu yang mengembangkannya dan memaklumkannya di luar, manusia sebagai aku, yang di satu pihak bagian dari alam dalam struktur psikofisik, organismenya dan di lain pihak tetap sebagai si aku otonom dengan kebebasannya.

Senin, 15 September 2008

REVIEW BUKU

Social Development : The Developmental Perspektive
in Social Welfare by James Midgley

(Pembangunan Sosial Persfektif Pembangunan Dalam
Kesejahteraan Sosial oleh James Midgley) “Materi tentang Pendahuluan dan Definisi Pembangunan Sosial”

oleh : Rakhmani


A. Materi Pendahuluan :
Pada bab pendahuluan dibahas secara umum suatu pendekatan untuk mengangkat kesejahteraan manusia, yang dikenal dengan istilah pembangunan sosial. Pembangunan sosial dalam persfektif ini menawarkan sebuah pendekatan yang tidak hanya mempertimbangkan realitas ekonomi secara luas melainkan juga aktif mempromosikan pembangunan.
Kenyataan memperlihatkan bahwa kemiskinan yang cukup besar di negara maju merupakan salah satu hal yang sangat problematik pada proses pembangunan. Kenyataan menunjukkan bahwa di beberapa belahan dunia, pembangunan ekonomi belum diiringi dengan hadirnya kemajuan sosial, fenomena ini dikenal dengan istilah “pembangunan yang terdistorsi”. Artinya, bahwa pembangunan ekonomi tidak seimbang dengan pembangunan sosial. Di negara-negara ini, masalahnya bukan pada pembangunan ekonomi semata tetapi lebih karena kegagalan mengharmonisasi tujuan-tujuan pembangunan sosial dan ekonomi, dan juga karena kegagalan dalam memastikan bahwa keuntungan dari kemajuan ekonomi ini juga dapat menjangkau masyarakat secara keseluruhannya. Singkatnya, adanya lapisan masyarakat yang tidak mendapatkan keuntungan dari pertumbuhan sosial. Kasus yang cukup menonjol adalah apa yang terjadi di Inggris dan Amerika Serikat. Pada dunia ketiga, apa yang terjadi pada Amerika Latin, Afrika (Namibia dan Gabon) dan Asia, terutama terjadi pada negara dimana perbaikan ekonomi dicapai melalui eksploitasi sumber daya alam.
Selain masalah kemiskinan, pembangunan yang terdistorsi, berwujud dalam bentuk : rendahnya tingkat kesehatan, permukiman yang tidak layak, rendahnya partisipasi/keterlibatan masyarakat dalam pembangunan (sebagai akibat diskriminasi ras dan etnis minoritas dalam peningkatan standar hidup), penindasan kaum perempuan, eksploitasi anak untuk bekerja (demi menyokong ekonomi keluarga), degradasi lingkungan (sebagai akibat eksploitasi sumber daya alam bagi kepentingan pembangunan).
Beberapa negara sebagai perbandingan yang memiliki keseimbangan antara pembangunan ekonomi dan sosialnya justru benar-benar mampu menjembatani terwujudnya kesejahteraan masyarakat dalam negaranya. Contoh kasus adalah apa yang terjadi di Eropa (Austria, Swedia dan Swiss) dan Negara Berkembang (Kostarika, Singapura dan Taiwan) yang memiliki kehidupan dengan level tertinggi, tidak hanya karena pembangunan ekonominya tetapi juga pada usahanya yang sistematis dalam mengangkat pembangunan sosial. Yang dilakukan tentu saja melalui investasi besar pada sumber daya manusia, sosial kapital, penyelenggaraan pelayanan pendidikan, kesehatan, pelayanan sosial dan perlindungan sosial lainnya.
Pembangunan yang terdistorsi telah melahirkan suatu kesadaran bersama (yang secara global diprakarsai oleh PBB), yang kemudian diimplementasikan melalui aksi bersama, baik pemerintah, masyarakat maupun individu --- bahwa kebutuhan sosial lokal, regional maupun global hanya dapat dipenuhi melalui kebijakan pragmatis dan program yang secara langsung menyentuh isu kesejahteraan.
Pembangunan sosial adalah sebuah pendekatan untuk mengangkat kesejahteraan masyarakat yang tidak hanya sesuai dengan upaya peningkatan kualitas hidup warga negara tetapi juga dalam rangka merespon masalah “pembangunan yang terdistorsi”. Dengan penekanan pada persfektif makro dan komprehensif (dengan titik sentral pada komunitas dan masyarakat) berupaya melakukan intervensi yang terencana dalam mengangkat pendekatan yang berorientasi perubahan yang bersifat dinamis, inklusif, dan universal, yang intinya mengharmonisasikan intervensi sosial dengan usaha pembangunan ekonomi, menggabungkan tujuan ekonomi dan sosial dalam pembangunan, atau mengkaitkan pembangunan ekonomi dengan tujuan-tujuan sosial.

B. Definisi Pembangunan Sosial :
Secara sistematis bahwa dalam Bab 1 Buku Pembangunan Sosial Persfektif Pembangunan Dalam Kesejahteraan Sosial karya James Midgley ini berisi antara lain : pengenalan definisi, deskripsi dan karakter kunci dari pembangunan sosial. Pendekatan-pendekatan yang digunakan dalam mengangkat kesejahteraan sosial antara lain melalui philantropi, pekerjaan sosial dan kebijakan sosial. Selain itu juga dijelaskan tentang berbagai macam cara yang berbeda oleh disiplin ilmu lain dalam penggunaan istilah pembangunan sosial, juga melakukan identifikasi elemen-elemen kunci persfektif pembangunan sosial (dengan menggunakan pemikiran-pemikiran ekonomi politis kontemporer), singkatnya bab ini menawarkan pembangunan sosial sebagai pendekatan yang paling inklusif dan luas untuk mengangkat kesejahteraan rakyat.
a. Pembangunan sosial didefinisikan sebagai sebuah proses perubahan sosial yang terencana yang didesain untuk mengangkat kesejahteraan penduduk menyeluruh dengan menggabungkannya dengan proses pembangunan ekonomi yang dinamis.
b. Kesejahteraan sosial adalah : (1) sejauhmana masalah-masalah sosial diatur, (2) sejauhmana kebutuhan-kebutuhan dipenuhi, dan (3) sejauhmana kesempatan untuk meningkatkan taraf hidup dapat disediakan. Ketiganya berlaku pada bagi individu, keluarga, kelompok, komunitas dan seluruh masyarakat serta bekerja pada setiap jenjang level sosial.
c. Tiga pendekatan yang terinstitusionalisasi dalam mengangkat kesejahteraan sosial, yaitu : (1) pilantropi sosial, yang bergantung pada donasi pribadi, relawan dan organisasi non-profit untuk memenuhi kebutuhan, mencari solusi terhadap masalah yang ada dan menciptakan kesempatan baru, (2) pekerjaan sosial, yang bergantung pada tenaga-tenaga profesional dalam mendukung tujuan-tujuan kesejahteraan dengan bekerja dengan individu, kelompok dan komunitas, dan (3) administrasi sosial, intervensi pemerintah dalam memberikan layanan-layanan sosial resmi.
d. Karakteristik pembangunan sosial antara lain : (1) proses pembangunan manusia sangat terkait dengan pembangunan ekonomi, (2) pembangunan sosial berfokus pada berbagai macam disiplin ilmu/interdiscipliary, (3) pembangunan sosial menekankan pada proses, (4) pembangunan sosial merupakan proses perubahan yang progresif, (5) proses pembangunan sosial bersifat ke arah intervensi, (6) tujuan-tujuan pembangunan sosial didukung dengan berbagai macam strategi, (7) pembangunan sosial terkait dengan rakyat, dan (8) tujuan pembangunan sosial menyangkut kesejahteraan sosial.
e. Beberapa pengertian lain dari pembangunan sosial :
(1) Pembangunan sosial dan pembangunan psikologi bahwa berdasarkan pemikiran psikologis, pembangunan sosial adalah sebuah proses positif pertumbuhan individu yang akhirnya terkontribusikan pada kemaslahatan masyarakat. Artinya, masyarakat dapat menjadi lebih baik jika para individu mengalami pembangunan secara personal dan belajar bagaimana berhubungan dengan orang lain secara lebih baik.
(2) Sosiologi, pembangunan sosial dan perubahan sosial, definisi kongkritnya lebih ditekankan pada proses perubahan terencana dan terarah, intervensi dan kemajuan dalam teori-teori sosiologi dalam pembangunan sosial,
(3) Pekerjaan sosial dan pembangunan sosial, bahwa pekerjaan sosial adalah proses yang berusaha mencapai sebuah pembangunan ekonomi dan sosial yang integral dan seimbang dan juga sebagai sesuatu yang memberikan ekspresi pada harga diri manusia, persamaan dan keadilan sosial (Salima Omer, 1979). Jadi pembangunan sosial bersifat holistik, memiliki ruang lingkup internasional, multidisiplin ilmu, intersektoral dan interregional, tujuannya menciptakan masyarakat humanis yang mengabdikan diri untuk mencapai perdamaian di dunia dan kemajuan untuk seluruh manusia, dalam pandangan lain masih menurut pekerjaan sosial bahwa pembangunan sosial merupakan praktek makro atau praktek tidak langsung (organisasi masyarakat, pembangunan kebijakan sosial, perencanaan sosial dan administrasi pekerjaan sosial), selain itu bahwa pembangunan sosial dapat diterapkan bergantung pada pendekatan yang telah dikembangkan pada lapangan interdisiplin dari studi-studi pembangunan,
(4) Pembangunan sosial dan studi –studi pembangunan, hal ini berkaitan erat dengan penyediaan layanan-layanan sosial di negara-negara berkembang (pembangunan dunia ketiga). Dewasa ini, pembangunan sosial merujuk pada layanan pekerjaan sosial dan kesejahteraan sosial (kesehatan, pendidikan, perumahan, pemukiman dan lapangan lain yang terkait). Pada pendekatan ini, pembangunan sosial merujuk pada semua sektor besar layanan sosial dan dipergunakan pada perencanaan sosial yang berkonotasi pada perencanaan dan koordinasi layanan-layanan sosial. Akhirnya, pembangunan sosial adalah istilah untuk memayungi layanan-layanan sosial besar, reformasi lahan, pembangunan pedesaan, partisipasi rakyat, perencanaan penduduk dan strategi nasional dalam mengentaskan kemiskinan dan meningkatkan standar hidup masyarakat., (5) Ekonomi politik dan pembangunan sosial, adalah pendekatan yang menggabungkan pemikiran ilmu ekonomi, politik dan teori-teori sosial untuk mengatasi masalah-masalah kemasyarakatan, baik nasional maupun internasional. Ia juga menyangkut peranan negara dan institusi besar dalam merespon kebutuhan sosial (masyarakat).

Minggu, 07 September 2008

KEBIJAKAN SOSIAL DAN RELEVANSINYA TERHADAP UPAYA PENANGGULANGAN KEMISKINAN

oleh : Rakhmani

Pendahuluan
Beberapa definisi kebijakan sosial, yaitu :
a. Ketetapan pemerintah yang dibuat untuk merespon isu-isu yang bersifat publik, yakni mengatasi masalah sosial atau memenuhi kebutuhan masyarakat banyak, (Suharto, 2007).
b. Kebijakan sosial merujuk pada apa yang dilakukan pemerintah sebagai upaya untuk meningkatkan kualitas hidup manusia melalui pemberian beragam tunjangan pendapatan, pelayanan kemasyarakatan dan program-program tunjangan sosial lainnya, (Bent, Watts, Dalton dan Smith dalam Suharto, 2007)
c. Kebijakan sosial adalah ketetapan yang didesain secara kolektif untuk mencegah terjadinya masalah sosial (fungsi preventif), mengatasi masalah sosial (fungsi kuratif) dan mempromosikan kesejahteraan (fungsi pengembangan) sebagai wujud kewajiban negara (state obligation) dalam memenuhi hak-hak sosial warganya, (Suharto, 2007).
d. Bentuk kebijakan sosial antara lain dikategorikan dalam 3 (tiga) macam, yaitu : Peraturan dan Perundang-undangan, Program Pelayanan Sosial, dan Sistem Perpajakan atau kesejahteran fiskal, (Suharto, 2007).
Jadi kebijakan sosial adalah :
· Berbagai ketetapan yang dibuat dan atau dilakukan pemerintah
· Fungsi kebijakan sosial adalah untuk mencegah terjadinya masalah sosial (fungsi preventif), mengatasi masalah sosial (fungsi kuratif) dan mempromosikan kesejahteraan (fungsi pengembangan);
· Tujuannya untuk meningkatkan kualitas hidup dan kesejahteraan warga negara/warga masyarakat;
· Bentuk kebijakan sosial antara lain dikategorikan dalam 3 (tiga) macam, yaitu : Peraturan dan Perundang-undangan, Program Pelayanan Sosial, dan Sistem Perpajakan (kesejahteran fiskal);
· Wujud kewajiban negara (state obligation) untuk memenuhi hak-hak sosial warganya;

Uraian
Untuk sistematiknya pemahaman penjelasan relevansi kebijakan sosial terhadap upaya penanggulangan kemiskinan di Indonesia, dapat dilihat sebagaimana uraian berikut :
a. UUD 1945 merupakan landasan konstitusional kehidupan berbangsa dan bernegara dalam melakukan pembangunan nasional mengisi kemerdekaan;
b. Pemerintah (Presiden, Wakil Presiden dan kabinet serta jajaran dibawahnya) menyusun Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) dan Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJJ) sesuai visi dan misinya (pada saat mencalonkan diri sebagai presiden/wakil presiden) yang kemudian dituangkan dalam Rencana Strategis (Renstra) pembangunan, dengan memanfaatkan seoptimal mungkin Sumber Daya Alam (SDA) yang ada (fisik/nonfisik), dengan didukung kualitas dan kompetensi aparatur (SDM) dan struktur kelembagaan yang dipunyai, baik di tingkat pusat hingga daerah (provinsi maupun kabupaten/kota);
c. Dewan Perwakilan Rakyat dengan hak-hak yang dimilikinya : (legislasi, penganggaran dan pengawasan) bersama-sama pemerintah mengeluarkan regulasi (kebijakan sosial) dalam hubungannya dengan penanggulangan kemiskinan. Kebijakan sosial tersebut ditetapkan melalui mekanisme politik memberikan payung hukum (legislasi) yang kuat terhadap kebijakan yang dikeluarkan, memberikan kepastian alokasi sumber pendanaan (pengganggaran) dan kontrol (pengawasan) pelaksanaan kebijakan dimaksud di tengah-tengah masyarakat;
e. Regulasi kebijakan sosial dimaksud bisa berupa pertama, sistem perpajakan, baik sebagai sumber pendanaan kebijakan sosial, maupun sebagai instrumen kebijakan yang bertujuan langsung mencapai distribusi pendapatan yang adil. Kedua, Peraturan perundang-undangan sebagai payung hukum yang mendasari kebijakan sosial dimaksud sehingga sah, legal dan mengikat secara hukum seluruh komponen yang terlibat. Ketiga, Program Pelayanan Sosial, Kebijakan sosial diwujudkan dan diaplikasikan dalam bentuk pelayanan sosial yang berupa bantuan barang, tunjangan uang, perluasan kesempatan, perlindungan sosial, bimbingan sosial, baik konseling, advokasi maupun pendampingan (Suharto, 2007);
f. Dalam hubungannya dengan penanggulangan kemiskinan maka ketiga instrumen dimaksud difungsikan secara terintegrasi, bersinergi dan saling mendukung sebagai satu kesatuan yang holistik. Kesatupaduan ketiga instrumen dimaksud juga dimaksudkan untuk mendukung efesiensi dan efektivitas program-program penanggulangan kemiskinan;
g. Beberapa program penanggulangan kemiskinan yang pernah dan sedang dilaksanakan di Indonesia antara lain : Program Inpres Desa Tertinggal (IDT), Program Pengembangan Kecamatan (PPK), Program Kredit Pendayagunaan Teknologi Tepat Guna dalam rangka Pengentasan Kemiskinan (KP-TTG-Taskin), Program Ekonomi Simpan Pinjam (UED-SP), Program Kredit Usaha Tani (KUT), Program Makanan Tambahan Anak Sekolah (PMT-AS), Program Operasi Pasar Khusus (OPK-Beras), Program Pemberdayaan Daerah dalam Mengatasi Dampak Krisis Ekonomi (PDM-DKE), Program Beasiswa dan Dana Biaya Operasional Pendidikan Dasar dan Menengah (JPS-Bidang Pendidikan, Program JPS-Bidang Kesehatan (Askeskin, Jamkesmas, dll), Program Padat Karya Perkotaan (PKP), Program Prakarsa Khusus Pengangguran Perempuan (PKPP), Program Pemberdayaan Masyarakat melalui Pembangunan Prasarana Subsidi Bahan Bakar Minyak (PPM-Prasarana Subsidi BBM), Program Dana Bergulir Subsidi Bahan Bakar Minyak untuk Usaha Kecil dan Menengah, Program Dana Tunai Subsidi Bahan Bakar Minyak (Prihatin, 2004). Program yang lain adalah : Program Proyek Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan (P2KP) dan USEP KM untuk meningkatkan usaha produktif bagi keluarga miskin, dan sebagainya (Sriharini, 2007);
h. Berbagai program penanggulangan kemiskinan sebagaimana tersebut diatas bertujuan akhir agar masyarakat miskin menjadi berdaya (empowered) dan menjadi mandiri serta sejahtera (well-being). Sejahtera dalam konsep kesejahteraan sendiri diartikan bukan hanya secara ekonomi (terjadinya peningkatan pendapatan) tetapi juga secara sosial, yang diindikasikan dengan terpenuhinya kebutuhan dasar (pangan, sandang, perumahan), terjadinya peningkatan kualitas hidup, pendidikan, kesehatan, akses dan partisipasi politik, aktualisasi diri pada bidang sosial budaya, dan sebagainya;
i. Berbagai program penanggulangan kemiskinan tersebut juga merupakan upaya pemberdayaan masyarakat dalam arti luas dengan tujuan untuk meningkatkan daya (power) dari orang-orang yang kurang beruntung (Ife, 1995), termasuk didalamnya orang miskin atau dalam persfektif yang lebih rinci sebagaimana dikemukakan Suharto (2005), pemberdayaan menunjuk pada kemampuan orang, khususnya kelompok rentang dan lemah (termasuk orang miskin) sehingga mereka memiliki kekuatan dan kemampuan dalam (a) memenuhi kebutuhan dasarnya sehingga mereka memiliki kebebasan (freedom) dalam arti bukan saja bebas mengemukakan pendapat, melainkan juga bebas dari kelaparan, bebas dari kebodohan, bebas dari kesakitan (b) menjangkau sumber-sumber produktif yang memungkinkan mereka dapat meningkatkan pendapatannya dan memperoleh barang dan jasa yang mereka perlukan (c) berpartisipasi dalam proses pembangunan dan keputusan-keputusan yang mempengaruhi mereka;
j. Konsep kesejahteraan sendiri menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata sejahtera memiliki ciri aman, sentosa dan makmur ; selamat (terlepas dari segala macam gangguan, termasuk didalamnya gangguan terhadap kemiskinan, kemelaratan, kelaparan, dan sebagainya). Dengan demikian, kesejahteraan sosial merupakan keadaan masyarakat yang sejahtera Pengertian seperti ini menempatkan kesejahteraan sosial sebagai tujuan akhir dari suatu kegiatan pembangunan. (Lessy, 2007).
k. Berbagai kebijakan program dalam menanggulangi kemiskinan dimaksud kemudian dianalisis secara deskriptif dan faktual tentang sebab-sebab dan akibat-akibat dari kebijakan dimaksud (Dunn, 1991) atau dinilai (assesmen) secara terencana, sistematis dan akurat mengenai konsekuensi-konsekuensi kebijakan sosial, baik sebelum maupun sesudah kebijakan itu diimplementasikan (Suharto, 2005). Kajian analisis tersebut bisa juga berupa evaluasi komprehensif oleh pemerintah (baik di level Kabupaten/Kota, Provinsi maupun Pemerintah Pusat), terhadap berbagai keberhasilan menjadi catatan positif agar berbagai kebijakan tersebut dipertahankan dan ditingkatkan sementara kegagalan/hambatan menjadi masukan positif bagi upaya perbaikan dan penyempurnaan berbagai program dimaksud untuk masa yang akan datang (feed back);
l. Untuk perbaikan, penyempurnaan dan peningkatan berbagai program penanggulangan kemiskinan tersebut, pemerintah juga melakukan penjaringan aspirasi kepada masyarakat miskin secara terstruktur formal berjenjang melalui musyawarah perencanaan pembangunan (musrenbang), dimulai level desa, Kabupaten/Kota, Provinsi hingga Pemerintah Pusat. Model ini kemudian melahirkan pembangunan yang berpendekatan partisipatif dan aspiratif (bottom-up), sehingga suara-suara masyarakat miskin terakomodasi dalam kebijakan-kebijakan sosial selanjutnya;
m. Hal yang sama dilakukan kalangan legislatif (DPRD Kabupaten/Kota, DPRD Provinsi, DPR dan DPD Pusat), melalui penjaringan aspirasi kepada konstituennya (khususnya kalangan masyarakat miskin) untuk penyusunan regulasi kebijakan sosial baru (perbaikan atau penyempurnaan) di masa yang akan datang;
n. Proses sebagaimana tersebut diatas melahirkan suatu siklus yang terus menerus berlangsung dalam kerangka penanggulangan kemiskinan agar mampu mewujudkan keberdayaan, kemandirian dan kesejahteraan masyarakat Indonesia. Sebagai sebuah siklus maka kebijakan sosial dengan berbagai program-programnya akan senantiasa lahir, diperbaiki, dikembangkan, ditingkatkan dan disempurnakan hingga benar-benar melahirkan masyarakat (miskin) yang berdaya, mandiri dan sejahtera.

Kesimpulan
Dengan melihat kerangka pikir dan argumentasi-argumentasi yang dibangun maka dapat disimpulkan bahwa terdapat relevansi antara kebijakan sosial dengan penanggulangan kemiskinan di Indonesia. Tanpa kebijakan sosial yang tepat, efektif dan efesien maka penanggulangan kemiskinan tidak akan berhasil mencapai tujuan-tujuannya, dan itu artinya pula bahwa keberhasilan penanggulangan kemiskinan pada akhirnya akan melahirkan terwujudnya keberdayaan, kemandirian dan kesejahteraan masyarakat Indonesia.

DAFTAR PUSTAKA

Dunn, William N. 1981.
Public Policy Analysis : An Introduction. Prentice Hall, New Jersey.
Ife, Jim. 1995.
Community Development : Creating Community Vision, Analysis and Practice. Longman Australia Pty.Limited, Melbourne.
Lessy, Zulkipli. 2007.
Keadilan Sosial dan Kesejahteraan Sosial dalam Islam, Peran Pekerja Sosial dalam Mewujudkan Keadilan dan Kesejahteraan Sosial, dalam Model-Model Kesejahteraan Sosial Islam (Perspektif Normatif Filosofis dan Praktis). Penerbit Fakultas Dakwah UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta.
Prihatin, Juni. S. 2004.
Strategi Pengentasan Kemiskinan, dalam Agnes Sunartiningsi (ed), Pemberdayaan Masyarakat Desa melalui Institusi Lokal. Aditya Media, Yogyakarta.
Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Naional. 2002.
Kamus Besar Bahasa Indonesia. Penerbit Balai Pustaka, Jakarta.
Sriharini. 2007.
Strategi Pemberdayaan Masyarakat Miskin dalam Model-Model Kesejahteraan Sosial Islam (Persfektif Normatif Filosofis dan Praktis). Penerbit Fakultas Dakwah Jurusan Pengembangan Masyarakat Islam UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarya.
Suharto, Edi. 2005.
Membangun Masyarakat Memberdayakan Umat. Refika Aditama, Bandung.
__________.2005.
Analisis Kebijakan Publik, Panduan Praktis Mengkaji Masalah dan Kebijakan Sosial. ed.revisi. Penerbit Alfabeta, Bandung.
__________. 2007.
Kebijakan Sosial sebagai Kebijakan Publik. Penerbit Alfabeta, Bandung.

Sabtu, 19 Juli 2008

Jumat, 11 Juli 2008

ANALISA BANJIR

(Kasus Jakarta, Pati dan Semarang)

A.Fakta
Beberapa fakta musibah banjir yang terjadi di Indonesia, khususnya di awal tahun 2008, sebagaimana termuat dalam berita, antara lain :
· Kasus banjir di Rembang, (Kompas, Jumat 8 Pebruari 2008).
· Kasus banjir di Kabupaten Kudus, Jawa Tengah (Kompas, Jumat 8 Pebruari 2008).
· Kasus banjir di Kec. Malaka Barat, Kab. Belu, NTT, (Kompas, Jumat 8 Pebruari 2008).
· Kasus banjir di Jakarta, (Koran Tempo, Sabtu, 9 Pebruari 2008)
· Kasus banjir di Pati, Jawa Tengah, (Kompas Jumat 15 Pebruari 2008).
· Kasus banjir di Semarang, (Kompas Jumat 15 Pebruari 2008).
· Dan ditempat lain di seluruh Indonesia;

B.Akibat
Banjir yang terjadi mengakibatkan antara lain :
1.Memutus dan merusak jalur transportasi
· Banjir kiriman memutus arus lalulintas jalan alternatif Kudus-Pati-Purwodadi, terutama di jalur Cengkalsewu-Poncomulyo... (Kasus Banjir di Pati, Jawa Tengah, Kompas Jumat 15 Pebruari 2008).
· Sungai Kemuning yang berada di sepanjang jalur pantura Rembang-Surabaya, tepatnya di Desa Ngemplak dan Sendangasri meluap dan menggenangi badan jalan setinggi sekitar 30-70 cm, hal ini membuat lalulintas padat merayap sepanjang lima kilometer (Kasus banjir di Rembang, Kompas, Jumat 8 Pebruari 2008).
· Ruas jalan yang tergenang di Kota Semarang, Jawa Tengah setinggi 50 cm adalah Jalan MT. Haryono, Ronggowarsito, Raden Patah, Pattimura, KH. Wakhid Hasyim, Kaligame dan kawasan ruko Babakan” (Kasus banjir di Rembang, Kompas, Jumat 8 Pebruari 2008).
· Di Semarang, banjir menyebabkan jalan berlubang-lubang dan aspal mengelupas. Jalan Hasanuddin dan jalan perkampungan di Tanah Mas hampir seluruhnya rusak parah...jalan yang juga terendam antara lain Jalan Letjend. MT. Haryono, dr. Cipto Mangunkusumo, Wodoharjo, Imam Bonjol, Kaligawe, Merak, Cendrawasih, Ronggowarsito dan Letjend. Suprapto. (Kompas Jumat 15 Pebruari 2008).
· Beberapa jalan di Jakarta Utara juga tergenang kemaren, (dari pantauan Tempo), jalan Kramat Raya, depan Islamic Center, Koja, tergenang air setinggi 40 cm, akibatnya arus lalulintas di jalan itu tersendat (Koran Tempo, Sabtu, 9 Pebruari 2008)

2.Mengganggu aktivitas belajar mengajar
· Air sungai juga merendam ... dan sejumlah sekolah di Desa Ngemplak dan Sendangasri.(Kasus banjir di Rembang, Kompas, Jumat 8 Pebruari 2008).
· Di Desa Gadingrejo, Kec. Juwana, SDN Gading Rejo diliburkan hingga air surut (Kasus Banjir di Pati, Jawa Tengah, Kompas Jumat 15 Pebruari 2008).
· Selain rumah hancur, beberapa sekolah di Cilincing dan Koja, Jakarta Utara terendam banjir sejak awal pekan lalu, SMK Nusantara di Kampung Beting tergenang air sekitar 20 cm, sekolah terpaksa diliburkan. (Kompas Jumat 15 Pebruari 2008).
· Pada sabtu pekan lalu SMPN 108 Cengkareng Jakarta Barat ketinggian banjir mencapai 70 cm, meski kini mulai surut tapi akses jalan ke sekolah masih sulit...makanya diliburkan, SMPN 108 tidak sendiri, SMPN 249 dan 220 (rusak berat) juga masih terendam banjir, padahal akan mempersiapkan diri untuk mengikuti UAN (Koran Tempo, Sabtu, 9 Pebruari 2008)

3.Merusak fasilitas umum
· Banjir juga menggenangi ... jalan desa, ... puskemas di Desa Pamotan (Kasus banjir di Rembang, Kompas, Jumat 8 Pebruari 2008).
· Di pintu air Pasar Ikan, Penjaringan, kemaren pagi, ketinggian air mencapai 181 cm, normalnya 81 cm. kondisi serupa terjadi di Instalasi Pompa Air Utama Ancol, ketinggian air pada pukul 10.00 mencapai 87 cm melebihi batas normal 80 cm. (Koran Tempo, Sabtu, 9 Pebruari 2008)

4.Merusak fasilitas masyarakat
· Banjir juga merusak ... serta merendam 2.700 rumah penduduk (Kasus Banjir di Kec. Malaka Barat, Kab. Belu, NTT, Kompas, Jumat 8 Pebruari 2008).
· ... dan rumah penduduk di Kec. Lasem, Jawa Tengah, terendam air akibat meluapnya sungai Babagan, Bajangan dan Kemuning --- air sungai juga merendam pemukiman penduduk (Kompas, Jumat 8 Pebruari 2008).
· Lurah Kalibaru Seran Hambali menambahkan, akibat limpasan air pasang dan hujan deras, 40 unit bangunan rusak (Kasus Banjir di Cilincing, Jakarta Utara, Koran Tempo, Sabtu, 9 Pebruari 2008)

5.Merugikan secara ekonomi
· Selain menggenangi puluhan sumur (untuk minum warga), banjir juga merusak sekitar 200 hektar lahan pertanian (Kasus Banjir di Kec. Malaka Barat, Kab. Belu, NTT, Kompas, Jumat 8 Pebruari 2008).
· Seorang petambak berupaya menyelamatkan bandeng dan udang siap panen di tambak Desa Dasun Kec. Lasem, Kab. Rembang, Jawa Tengah, Kamis (7/2). Ratusan hektar tambak, sawah ... di Kec. Lasem terendam air akibat meluapnya sungai Babagan, Bajangan dan Kemuning (Kompas, Jumat 8 Pebruari 2008).
· Banjir yang melanda Jakarta akhir pekan lalu berdampak pada penurunan tingkat okupasi hotel di Kota Bandung, Jawa Barat (Kompas, Jumat 8 Pebruari 2008).
· Banjir juga menggenangi ... dan sawah di Desa Pamotan (Kasus banjir di Rembang, Kompas, Jumat 8 Pebruari 2008).
· Harga beras kualitas medium, Kamis (7/2) ditingkat pengecer rata-rata 5.500 per kilogram naik Rp. 300,- dari pekan lalu (Rp.5.200,-). Kenaikan ini disebabkan hujan yang merata di kabupaten Kudus, Jawa Tengah hampir sepanjang hari dalam dua hari ini (Kompas, Jumat 8 Pebruari 2008).
· ...ratusan hektar tambak di kanan-kiri jalan Pantura Pati-Juwana turut terendam (Kasus Banjir di Pati, Jawa Tengah, Kompas Jumat 15 Pebruari 2008).

6.Melahirkan pengungsi (masalah sosial baru)
Banjir yang melanda Dusun Pengging Wangi, sekitar 75 rumah terendam air dengan ketinggian 80-100 cm, kejadian itu membuat puluhan ibu dan anak balita mengungsi ke belakang Mesjid Pengging Wangi (Kasus Banjir di Pati, Jawa Tengah, Kompas Jumat 15 Pebruari 2008).

7.Menyebabkan penurunan kualitas hidup masyarakat (kesehatan)
Untuk memenuhi kebutuhan air, warga mengkonsumsi air sungai yang juga sedang keruh akibat banjir kiriman dari Timur Tengah Selatan dan Timur Tengah Utara, akibatnya, warga terserang gatal-gatal setelah mandi di sungai, (Kasus Banjir di Kec. Malaka, Kab. Belu, NTT, Kompas, Jumat 8 Pebruari 2008).

C.Pembahasan
Untuk memecahkan masalah banjir, tentu bukan perkara mudah, karena faktor yang menyebabkan banjir tersebut berkaitan erat dengan konsep perilaku manusia, pembangunan dan kesejahteraan. Telah diketahui bahwa alam dan seisinya, merupakan modal potensial untuk pembangunan dalam kerangka upaya meningkatkan kualitas hidup dan kesejahteraan masyarakat. Pemanfaatan alam beserta isinya secara benar dan bertanggung jawab akan sangat tergantung pada persepsi dan perilaku manusia selaku pelaksana dan penikmat pembangunan itu sendiri. Karenanya, masalah banjir merupakan indikasi bahwa ada suatu kesalahan dalam konsepsi pembangunan, atau secara khusus harus kita yakini ada yang keliru dengan perilaku kita dalam memanfaatkan sumber daya alam beserta lingkungannya.
Oleh karena itu, untuk komprehensifnya pembahasan tentang banjir ini, berikut alur fikir yang dikembangkan sebagaimana tergambar pada skema pikir berikut :

1. Bahwa hujan pada dasarnya merupakan proses alami sebagai sebuah siklus hidup dan kehidupan, air dipermukaan dan lingkungan menguap ke udara, mengembun, terjadi kondensasi dan terus berakhir dengan terjadinya hujan ke bumi. Proses itu berulang secara alami, sehingga dalam kondisi normal dan alamiah tidak akan terjadi apa yang disebut banjir;
2. Bahwa banjir yang terjadi merupakan indikasi terjadinya gangguan dan kerusakan lingkungan, dimana air hujan yang jatuh ke bumi tidak mampu diserap secara alami oleh tanah dan lingkungannya, baik sebagai sumber cadangan air tanah, hidrologi, kesuburan, atau diteruskan lebih lanjut ke danau, sungai, hingga laut dan samudera;
3. Bahwa Lingkungan hidup yang ada dipermukaan bumi (biosfer) dapat rusak/terganggu keberadaannya, rusaknya/gangguan lingkungan hidup dapat disebabkan oleh faktor alam ( bisa bersifat destruktif/merusak alam itu sendiri, seperti gempa bumi, dan ada juga yang bersifat memperbaiki/konstruktif) serta faktor buatan/manusia [(Manusia membutuhkan sumber daya alam untuk kelangsungan hidupnya. Namun cara memperoleh sumber daya alam secara langsung maupun tidak langsung dapat merusak lingkungan)] (Seto, 2001);
4. Bahwa menurut Parson dalam Soekamto (1996), mengemukakan bahwa perilaku manusia dalam kehidupan sosial kemasyarakatan ditentukan oleh paling kurang empat faktor, yaitu norma, motivasi, tujuan dan situasi dan kondisi;
5. Konsep pemanfaatan sumber daya alam dewasa ini diorientasikan untuk meningkatkan kualitas hidup dan kesejahteraan, baik sebagai individu, komunitas masyarakat itu sendiri, kalangan dunia usaha/swasta maupun pemerintah dalam melaksanakan pembangunan mewujudkan kesejahteraan masyarakatnya;
6. Mengapa banjir ? karena manusia dalam konsep individu dalam masyarakat, masyarakat dunia usaha maupun pemerintah yang melakukan pembangunan berperilaku negatif terhadap alam dan lingkungannya;
7. Perilaku tersebut dilandasi oleh norma, motivasi, tujuan, dan situasi serta kondisi yang mengeksploitasi alam dan lingkungan secara berlebihan, hanya berorientasi ekonomi semata sehingga menjadikan alam dan lingkungan hanya sebagai obyek eksploitasi, tanpa memikirkan kelangsungan, kelestarian, dan berorientasi masa depan;
8. Norma manusia, baik sebagai individu maupun komunitas, kalangan dunia usaha, maupun pemerintah memanfaatkan alam tidak bertanggung jawab, tidak dimilikinya etika positif terhadap alam, tidak dimilikinya sensitivitas terhadap alam dan kita tidak merasa memiliki alam itu sebagai bagian dari hidup kita, kita hanya memperlakukan alam sebagai obyek yang harus tunduk pada kemauan kita, contoh, pembukaan kawasan hutan dan pemanfaatan hasil hutan untuk kegiatan ekonomi tanpa upaya reklamasi atau penanaman kembali. Akibatnya hujan yang terjadi, khususnya di kawasan pegunungan tidak dapat diserap alam sehingga aliran air terus bergulir kearah hilir dan menggenangi areal bawah yang rendah, hal ini diperparah kebijakan pemerintah yang tidak berupaya melindungi kawasan hutan yang dimiliki untuk tujuan masa depan;
9. Motivasi masyarakat, kalangan dunia usaha dan pemerintah dalam memanfaatkan sumber daya alam hanya berorientasi ekonomi, sehingga, alam dipandang sebagai obyek yang harus dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk diri, komunitas, kelompok swasta dan bagi pemerintah bagaimana alam dapat dijadikan modal utama dalam melakukan pembangunan mengejar pertumbuhan dan peningkatan ekonomi;
10. Tujuan yang dikembangkan dalam pemanfaatan sumber daya alam adalah untuk kepentingan individu, kelompok dan elit semata, bersifat sesaat, dimasa kini, tanpa memikirkan kelangsungan dan berorientasi masa depan, tujuan utamanya adalah alam (saat ini) harus memberi manfaat bagi kesejahteraan individu, komunitas, kelompok dunia usaha dan pembangunan manusia itu sendiri;
11. Situasi dan kondisi juga mendukung perilaku sebagaimana tersebut diatas, diantaranya, areal lahan yang makin menyempit untuk kehidupan, perumahan, kegiatan ekonomi, perkebunan, pertanian dan sebagainya, selain itu kemajuan perkembangan teknologi, metode, alat dan peralatan, semakin mempercepat proses rusaknya lingkungan. Contoh kasus, sulitnya mendapatkan lahan di Jakarta, menyebabkan areal rawa yang berfungsi sebagai tata air alami lingkungan disulap menjadi areal pemukiman, perkantoran, pusat-pusat kegiatan ekonomi, dan sebagainya, sehingga pada saat datang hujan, jadilah banjir, karena air tidak dapat mengalami proses siklus alaminya, sebagai akibat pembangunan dimaksud. Kondisi ini diperparah kebijakan pemerintah yang terus mengeluarkan ijin-ijin pengurukan dan pembangunan pemukiman, perkantoran dan pusat-pusat kegiatan ekonomi tersebut dikawasan rawa yang merupakan kawasan tata air alami alam;
12. Rekomendasi untuk mengatasi permasalahan banjir dimaksud antara lain :
a. Perlu ditumbuhkan kesadaran, baik secara individu, komunitas, kelompok dunia usaha dan pemerintah sendiri untuk bertanggung jawab terhadap alam dan lingkungannya;
b. Kesadaran yang terbentuk kemudian diejawantahkan melalui perilaku yang sensitif terhadap lingkungan, mengembangkan norma dan etika bersahabat dengan lingkungan, bertindak senantiasa menyeimbangkan antara pemanfaatan dan kelangsungan, masa kini dan masa depan, dan antara kepentingan sendiri dengan kepentingan lingkungan sendiri;
c. Bagi kalangan dunia usaha dalam mengembangkan kegiatan ekonominya selain mengejar profit harus memberi perhatian yang serius, berprilaku dan bertindak menjaga dan melestarikan kelangsungan hidup alam dimana kegiatan ekonomi itu dilaksanakan. Kalangan dunia usaha juga dituntut untuk peduli dan berinteraksi secara positif terhadap kondisi lingkungan dimana kegiatan ekonomi itu dilaksanakan;
d. Bagi pemerintah, perlu perubahan paradigma pembangunan, bahwa orientasi ekonomi, yang hanya mengejar pertumbuhan dan peningkatan ekonomi, yang salah satunya memanfaatkan alam sebagai sumber daya potensial pembangunan, harus diarahkan pada pembangunan sosial, khususnya pembangunan lingkungan yang berorientasi masa depan, konsekuensi dari itu, maka kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan harus mempertimbangkan faktor lingkungan sebagai aset yang harus diselamatkan dan dilestarikan untuk generasi yang akan datang;
e. Teknologi dan berbagai material ikutannya lainnya seharusnya digunakan untuk memperbaharui kondisi lingkungan yang terlanjur rusak oleh karena manusia. Karenanya kebersamaan seluruh komponen masyarakat mutlak dilakukan untuk berama-sama berperilaku dan bertindak menjaga dan melestarikan lingkungan;
f. Cara jangka pendek terhadap terjadinya banjir, adalah dengan dimilikinya kesamaan sikap, perilaku dan tindakan untuk menanam berbagai jenis tanaman di areal kawasan tempat tinggal, kawasan pemukiman, perkantoran, pusat-pusat kegiatan ekonomi lainnya, normalisasi saluran air, penciptaan daerah-daerah resapan, pembuatan daerah-daerah penyangga/penampung air limpasan, normalisasi sungai (jangan menjadikan sungai sebagai tempat pembuangan sampah), sinkronisasi dan kesatuan pembangunan antara pemerintah pusat dengan daerah, antar daerah, dalam daerah itu sendiri, kebijakan pembangunan yang berorientasi lingkungan dan masa depan.
g. Intinya, banjir atau apapun bencana yang disebabkan oleh faktor manusia, maka dari manusia itu sendirilah jalan keluar itu ditemukan, dirubah, dan diaplikasikan ke arah perilaku yang positif dengan lingkungan, dimanapun dan kapanpun. Perilaku-perilaku yang positif kita yakini akan mampu memberi jalan keluar terhadap terjadinya banjir, dimanapun di Indonesia ini. Karena itu, kesadaran, perilaku, motivasi, dan tindakan serta partisipasi dari kita semua menjadi jalan keluar efektif untuk menyelamatkan dan melestarikan alam lingkungan dimana kita tinggal, hidup dan berkehidupan.


DAFTAR PUSTAKA

Seto Wardoyo, 2001. Lingkungan Hidup. Pilar Bambu Kuning. Jakarta.
Soekamto, Soejono. 1995. Sosiologi Suatu Pengantar. Raja Grafindo Perkasa. Jakarta.
Kompas, Jumat 8 Pebruari 2008
Koran Tempo, Sabtu, 9 Pebruari 2008
Kompas Jumat 15 Pebruari 2008

11 POKOK PIKIRAN MEMBANGUN HSS

(Sedikit catatan dalam rangka menyambut suksesi kepemimpinan di banuaku)
Oleh : Rakhmani (Urang HSS lagi sekolah di Depok)


a. Pendahuluan
Dalam bulan-bulan terakhir hingga april ke depan banuaku, Hulu Sungai Selatan akan sangat sibuk, awal tahun 2008 ini menjadi moment sangat spesial dan strategis, spesial karena ini baru pertama kalinya banuaku melaksanakan dan menjalani pesta akbar pemilihan Bupati Kepala Daerah secara langsung (walaupun pesta pembelajarannya telah dilaksanakan sejak pemilu legislatif, presiden dan wakil presiden serta gubernur dan wakil gubernur beberapa tahun yang lalu), strategis bermakna inilah pesta rakyat yang sesungguhnya dalam konsep tataran lokal, memilih pemimpinnya untuk lima tahun ke depan, memilih pemimpin yang benar-benar mengakar dimasyarakat, berorientasi masyarakat sehingga mampu mewujudkan kesejahteraan masyarakat Hulu Sungai Selatan. Orientasi kesejahteraan menjadi sangat menentukan, sebab buat apa memilih pemimpin yang tidak dapat mewujudkan kesejahteraan masyarakatnya sendiri. Konsep kesejahteraan menjadi sangat krusial bila dihubungkan dengan masih banyaknya saudara-saudara kita yang hidup dalam kekurangan, putus sekolah, pengangguran, gizi buruk, isolasi daerah, rawan pangan, banjir, dan sebagainya, yang tentu saja memerlukan perhatian serius dari kita semua, khususnya pemerintah daerah yang diberi tugas dan kewenangan untuk mengelola daerah ini menjadi maju dan sejahtera dalam suasana kerakatmufakatan warganya.
Melihat kondisi demikian dan dalam perspektif suksesi kepemimpinan di banuaku, tergelitik ‘pikiran liar’ dalam benak saya berandai-andai jadi “Bupati”, tentu berat nian tugas dan amanah yang harus dijalankan, merenung kembali tentang rasa tanggung jawab dan tekad untuk memajukan daerahku dan mensejahterakan masyarakatnya, adalah tidak salah apabila saya bermimpi menjadi “Bupati”, sekali lagi walaupun hanya dalam mimpi...saya berharap masih banyak warga Hulu Sungai Selatan bermimpi dan seharusnya mencita-citakan dirinya menjadi “Bupati”, yang dengan kegigihan dan kerja kerasnya, tidak akan menyeka keringat sebelum benar-benar mewujudkan mimpi “Kandangan, Roma atau Paris” dengan kesejahteraan dan kerakatmufakatan warganya sebagai fondasi utama.
Alih-alih bermimpi, hati saya tergelitik untuk bertanya pada diri sendiri, sekali lagi seandainya jadi Bupati apa yang akan sampiyan gawi ? pertanyaan tersebut ringan, singkat dan sederhana, tapi kalau dijawab, tentu memerlukan ulasan dan pernyataan yang komprehensif, semua orang bisa bekerja, tapi bekerja dengan mengeliminir kepentingan pribadi, keluarga, dan kelompok dan mengedepankan orang banyak (masyarakat Hulu Sungai Selatan) itu yang berat, bekerja bukan untuk kesejahteraan diri sendiri tetapi untuk kesejahteraan masyarakat Hulu Sungai Selatan itu berat, mempertanggungjawabkan kerja keras kepada para pendiri kabupaten ini apakah sudah sesuai dengan cita-citanya, itu juga berat, mempertahankan bingkai persatuan dan kesatuan masyarakat Hulu Sungai Selatan melalui semangat rakat mufakat itu juga berat, mempertanggungjawabkan semua amanah tersebut kepada Yang Maha Kuasa, itu yang paling berat. Karena kompleksitas dan tanggung jawab yang berat tersebut maka selayaknya kepala daerah yang terpilih nanti adalah benar-benar pilihan terbaik masyarakat Hulu Sungai Selatan, yang mengedepankan kepentingan masyarakat, bekerja keras mewujudkan kesejahteraan sesuai cita-cita pendiri kabupaten ini, senantiasa menjaga persatuan dan kesatuan dengan dilandasi kerakatmufakatan warganya, yang terpenting orang tersebut bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena dengan ketaqwaan, kita berharap segala pikiran, perilaku, sikap dan tindakannya dalam bekerja memimpin Bumi Antaludin ini dengan orientasi ibadah, karena ibadah bukan pamrih yang diharapkan tapi keridhaan Allah SWT, dengan ketaqwaan menjaga yang bersangkutan tetap berada di jalan yang benar, tidak melakukan korupi, kolusi dan nepotisme dalam melakukan penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan dan kemasyarakatan.

b. 11 Pokok Pikiran Membangun HSS
Melanjutkan “ide liar” tadi maka saya hendak sedikit merekonstruksi HSS seperti apa dalam perspektif mimpi dimaksud, paling tidak untuk 2008 – 2013 ke depan. Dalam bahasa yang sederhana saya bermaksud mewujudkan HSS yang berkembang, maju, mandiri, religius, adil dan sejahtera. Untuk mewujudkan HSS sebagaimana dimaksud, saya merancang 10 (sepuluh) pokok pikiran yang wajib dilaksanakan dalam tataran idealisme untuk diimplementasikan dalam berbagai program dan kegiatan. Pokok-pokok pikiran secara idealis adalah sebagai berikut :
(1). Aspek pendanaan, bahwa proses pembangunan tentu akan berkait erat dengan aspek pendanaan. Dalam konsep otonomi daerah sebagaimana diamanatkan dalam UU No. 22 Tahun 1999 yang sudah dirubah dengan UU No. 32 Tahun 2004 tentang pemerintahan daerah, daerah diberi keleluasaan untuk mengelola daerahnya sendiri sesuai dengan kapasitas dan potensi yang dimiliki dengan tetap berpegang pada tata hukum yang berlaku. Kapasitas dan potensi memberi penekanan pada sikap kemandirian daerah, artinya masing-masing daerah dituntut untuk kreatif menciptakan pendanaan sendiri dalam mendukung proses pembangunan. Konsep otonomi daerah membatasi ruang lingkup pusat untuk terlalu ikut campur tangan kepada pemerintah di daerah. Artinya, kreativitas daerah untuk menciptakan sumber-sumber baru pendanaan di daerahnya sendiri akan sangat menentukan kemajuan daerah yang bersangkutan. Tidak rasional kalau suatu daerah karena minimnya dana pembangunan lalu teriak-teriak ke pusat, untuk hal-hal tertentu seperti DAK atau dana-dana dekonsentrasi, tentu boleh-boleh saja sepanjang sesuai pemanfaatan, program sebagaimana diatur pemerintah pusat, tapi yang realistik sebenarnya, adalah masing-masing daerah perlu melakukan intensifikasi dan ekstensifikasi sumber-sumber khususnya pendapatan asli daerah, tentu konsepsinya tidak boleh memberatkan masyarakat di daerahnya, suatu daerah dikatakan maju, mandiri dan sejahtera tentu apabila dalam APBDnya, dominasi PAD lebih besar dari pendapatan sektor lainnya. Untuk pendanaan pembangunan Kab.HSS saya merancang intensifikasi dan ekstensifikasi sumber-sumber PAD, berasal dari ; intensifikasi dan ekstensifikasi sektor pertanian, kehutanan dan perkebunan, pertambangan, perdagangan dan jasa.

(2). Pembangunan dalam wilayah Kab.HSS disesuaikan dengan karakteristik dan potensi wilayah setempat.
Pembangunan dalam wilayah Kab.HSS senantiasa memperhatikan karakteristik kewilayahan masing-masing. Konsepsi pembangunan dimaksud tentu dengan mempertimbangkan sumber daya manusia yang dimiliki, potensi alam yang dipunyai, serta dengan tetap memperhatikan faktor nilai dan budaya setempat. Aplikasinya, sektor daerah pertanian tentu dikembangkan pertanian dalam arti luas ditunjang dengan sektor perkebunan, kehutanan, perikanan, dan peternakan, (wilayah ini termasuk Kec. Sungai Raya, Angkinang, Telaga Langsat, Simpur, Kalumpang, Daha Selatan, Daha Barat dan Daha Utara), daerah pegunungan tentu yang dikembangkan sebagai sektor unggulan adalah perkebunan, kehutanan dan pertambangan dalam arti luas, termasuk wilayah ini adalah Kec. Telaga Langsat, Padang Batung, Lokado dan Sungai Raya, sementara untuk wilayah kota tetap yang menjadi sektor primadona adalah perdagangan dan jasa. Terhadap suatu wilayah memiliki karakteristik dengan potensi yang beragam maka dikembangkan sinergi yang positif terhadap potensi kewilayahan dimaksud dengan tetap memberi perhatian lebih pada sektor yang dominan.
Berdasarkan karakteristik kewilayahan dan potensi setempat maka pembangunan di Kab. HSS menekankan bahwa :
a. Sektor Unggulan Pembangunan adalah Pertanian. Kita tahu bahwa kabupaten ini potensi alam dan masyarakatnya didominasi oleh sektor pertanian, maka yang benar dalam konsepsi mewujudkan kesejahteraan masyarakat dengan mengembangkan sektor ini lebih maju dan modern. Caranya dengan pembangunan DAM/irigasi, pembukaan sentra-sentra persawahan baru (khususnya padi surung---dimana areal potensial masih terbuka luas di hampir seluruh kecamatan dalam wilayah Kab.HSS), intensifikasi pra dan pasca panen, penggunaan bibit unggul, penggunaan pupuk murah, peningkatan SDM petani, penggunaan teknologi tinggi pertanian, dan sebagainya. kata kuncinya, bahwa apabila sektor pertanian berkembang, maju dan modern maka kemandirian dan kesejahteraan masyarakat HSS akan terwujud. Konsepsi ini bukan berarti mengkebiri sektor lain, tetapi justru sektor-sektor lain menjadi sektor pendukung penting dan menjadi mata rantai yang tak terpisahkan bagi berlangsungnya pembangunan pertanian secara terintegrasi dan holistik. Sektor pertanian ini menjadi primadona dan akan tetap dilakukan oleh masyarakat HSS (tidak akan melibatkan sektor swasta), wilayah yang dikembangkan antara lain : Kec. Kandangan, Telaga Langsat, Simpur, Kalumpang, Angkinang, Sungai Raya, Daha Selatan, Daha Barat dan Daha Utara).
b. Untuk mengantisipasi melimpahnya berbagai produk pertanian, dimana dikhawatirkan akan membuat anjloknya harga pemasaran produk pertanian disiapkan skenario pembentukan Badan Ketahanan Pangan secara mandiri, atau bisa juga dengan pelibatan perusahaan daerah, selama harga pasar tidak sebagaimana yang diharapkan maka hasil produksi dikumpulkan/stok di lembaga ini, sementara bila pasar membutuhkan maka akan dilepas ke pasaran. Kondisi ini untuk memfasilitasi petani agar tidak merugi. Lembaga ini juga bertanggung jawab terhadap ketersediaan dan pasokan subsidi pupuk yang dibutuhkan petani. Dengan kondisi ini maka tidak ada alasan pupuk tidak ada atau mahal. Keterlibatan pemerintah daerah di sektor ini mutlak dibutuhkan dalam kerangka memproteksi petani serta untuk memberikan jaminan perkembangan pembangunan pertanian dalam kerangka mewujudkan kesejahteraan masyarakat petani Kab.HSS. Skenario tambahan tentu saja pelibatan PNS dalam penyerapan produksi pertanian tersebut. PNS harus turut memberikan sumbangsihnya pada sektor ini dengan cara menggunakan produksi pertanian lokal dalam pemenuhan kebutuhan hidupnya sehari-hari atau disebut “cinta dan menggunakan produk lokal sendiri”.

(3). Reformasi birokrasi, seiring tuntutan perkembangan kepemerintahan maka untuk mendukung roda pemerintahan, pembangunan dan kesejahteraan maka membutuhkan SDM aparatur yang handal, profesional, kompeten dan berdedikasi tinggi. Maka langkah terbaik tentu saja dengan melakukan reformasi birokrasi secara menyeluruh di semua level tingkatan. Reformasi birokrasi ini juga dalam kerangka mewujudkan good government di Kab. HSS.
Reformasi birokrasi ditempuh dengan dua cara, yaitu :
a. Rekruitmen pejabat publik dengan metode the right man on the right place di seluruh Pemerintah Kab. HSS dilakukan secara fair, transparan, akuntabel, berdasarkan kompetensi dan kesesuaian dengan kebutuhan daerah. Aplikasinya dimulai dengan level top manajemen, rekruitmen pejabat publik harus melalui uji kelayakan, bukan hanya mengandalkan senioritas. Teknisnya, setiap jabatan publik melalui pengkajian dan penilaian baperjakat diusulkan calon pejabatnya (dengan tetap mematuhi syarat administratif kepegawaian), kemudian dilakukan tes tertulis tentang intelektualitas, integritas, moralitas yang bersangkutan oleh lembaga pendidikan tinggi yang ditunjuk (tes terdiri atas tes pengetahuan umum, tes psikologi, tes kekhususan tentang pemerintahan, pembangunan dan kemasyarakatan). Bagi yang lulus seleksi, selanjutnya untuk jenjang jabatan eselon IV dilanjutkan dengan tes uji kelayakan oleh tim baperjakat, sementara untuk jenjang jabatan eselon III dan II ujikelayakan dilaksanakan secara terbuka di legislatif, dengan menghadirkan tokoh masyarakat, alim ulama, tokoh pemuda dan masyarakat umum lainnya. Untuk meminimalisir bahwa proses rekruitmen tidak masuk ke wilayah politik, bahwa diselenggarakan di hadapan legislatif dan publik adalah untuk mendapat masukan tentang calon pejabat dimaksud, untuk mengetahui rencana kerja setelah yang bersangkutan menduduki jabatan dimaksud serta sanksi tidak tercapainya target sebagaimana yang dijanjikan. Bupati, Legislatif, baperjakat dan masyarakat yang hadir menjadi penguji publik terhadap kesiapan yang berangkutan, terhadap hasil uji publik tersebut keputusan akhir berada di tangan Bupati selaku pemegang tertinggi di bidang kepegawaian di daerah. Masukan-masukan sebagaimana terangkum dalam uji publik menjadi perhatian serius Bupati untuk melakukan penetapan akhir. Konsep ini memberi penegasan kepada para calon pejabat dan pejabat untuk terus meningkatkan pengetahuan, kemampuan, moralitas, integritas dan sikap profesionalisme dalam bekerja, bagi para calon pejabat/pejabat yang tidak bisa menjembatani itu, dipersilahkan tinggal ditempat dan masuk kotak, daerah membutuhkan para aparatur yang berkualitas tinggi untuk mencapai tujuan pembangunan daerah secara progresif. Daerah membutuhkan para aparatur yang memiliki loyalitas tinggi pada hukum, kebijakan, tugas dan kewajiban, bukan pada Bupati secara personal. Karenanya, untuk reformasi birokrasi tersebut saya akan berdiri di garda terdepan sebagai agent of change Pemerintah Daerah. Karenanya, kerjasama, pengertian, dan kebersamaan kalangan legislatif, hendaknya memberi apresiasi yang tinggi terhadap rencana dan aktualisasi selanjutnya.

b. Peningkatan Kesejahteraan PNS
Aspek kesejahteraan PNS menjadi hal yang mendasar dalam upaya mewujudkan aparatur yang berkualitas dan profesional. Aspek kesejahteraan menjadi menentukan, sebab apalah artinya, berbagai perubahan dilakukan tetapi kesejahteran aparaturnya tidak mendapat apresiasi sebagaimana selayaknya. Kesejahteraan aparatur menjadi sentral dalam kerangka memberikan jaminan kepada yang yang bersangkutan dan keluarganya, dengan jaminan dimaksud maka setiap aparatur akan senantiasa memberikan segenap pikiran dan tenaganya bekerja dengan penuh kesungguhan dan berdedikasi mewujudkan masyarakat HSS yang berkembang, maju, mandiri, adil dan sejahtera. Sistematika mewujudkan kesejahteraan PNS dimaksud melalui pemberian tunjangan kesejahteraan dengan porsi mendekati gaji minimal, asumsinya dengan meningkatnya PAD dan efesiensi di berbagai sektor hal dimaksud dapat dilakukan. Khusus bagi kalangan PNS golongan rendah, perlu dikembangkan peran serta korpri untuk memberi perhatian serius dalam kerangka meningkatkan kesejahteraan anggotanya, misalnya melalui subsidi silang, iuran bulanan, dan sejenisnya antara golongan tinggi dan rendah, melalui koordinasi dan manajemen korpri secara profesional. Intinya semua anggota korpri di Kab.HSS harus sejahtera, dengan kesejahteraan tersebut diyakini darmabakti PNS dimaksud akan meningkat, terhadap fakta yang terjadi bahwa terdapat PNS yang nakal dan bermasalah, UU telah mengatur mekanismenya, kita berharap reward and punishment berjalan seiring dan seimbang.

(4). Penciptaan iklim yang kondusif untuk berusaha dalam wilayah Kab.HSS.
Penciptaan iklim yang kondusif untuk berusaha dalam wilayah Kab. HSS ini penting dalam kerangka mengentaskan kemiskinan dan mengatasi pengangguran di Kab. HSS. Regulasi yang dikeluarkan pemerintah daerah hanya sebatas pengaturan. Bagi kalangan dunia usaha (besar) pembukaan investasi-investasi baru di Kab.HSS mutlak diberlakukan. Investasi tersebut bisa berasal dari pengusaha-pengusaha lokal Kab.HSS maupun pengusaha-pengusaha dari luar Kab.HSS. Saya berharap bahwa para pengusaha-pengusaha lokal warga Kab.HSS menjadi pioner bagi penciptaan investasi-investasi baru dimaksud. Kepedulian dan partisipasi pengusaha lokal menjadi sangat menentukan, sebab UU mengamanatkan demikian, padunya antara masyarakat, pihak swasta (pengusaha) dan pemerintah daerah menjadi aset berharga berlangsungnya proses otonomi daerah dalam mewujudkan kesejahteraan masyarakatnya. Bagi kalangan pengusaha luar Kab.HSS mendapat kesempatan dan perlakuan yang sama untuk menanamkan investasinya di Kab.HSS. Pelaksanaan penanaman investasi tersebut tetap berpegang pada tata hukum yang berlaku, minimalisasi rantai birokrasi perijinan serta dengan tetap memperhatikan faktor komunitas budaya lokal setempat dimana investasi tersebut berada, tidak hanya berorientasi bisnis semata tetapi turut mengembangkan masyarakat sekitar, melalui upaya-upaya konstruktif dan komprehensif, misal ; melalui konsep pemberdayaan masyarakat lokal, pembangunan komunitas lokal, dan sejenisnya. Terhadap para investor dimaksud bahwa keseriusan dan kemauannya harus benar-benar bertanggung jawab, tidak hanya sebatas pada saat MoU, tetapi benar-benar diaplikasikan secara nyata melakukan investasi di Kab. HSS. Investasi yang akan dikembangkan antara lain ; sektor perkebunan dan kehutanan (penanaman karet, jati dan kelapa sawit di Kec. Tlg. Langsat, Padang Batung, Loksado dan Sungai Raya) --- khusus untuk pengembangan tanaman kayu manis perlu pengkajian mendalam untuk investasinya, lokasinya adalah Kec. Loksado, pertambangan (berbagai hasil tambang di Kec. Padang Batung, Kandangan dan Sungai Raya),-- yang perlu dikembangkan juga adalah melimpahnya air bersih di Kec. Loksado dan Padang Batung dapat dikembangkan pengolahan air minum kemasan (perusahaan daerah bisa terlibat didalamnya)
Khusus untuk usaha kecil dan menengah, khususnya industri kecil di sentra Negara, dikembangkan produk-produk yang berorientasi pasar, dengan peningkatan kualitas dan diversifikasi model (hal ini bisa dikembangkan untuk memasok wilayah lain di luar Kab.HSS bahkan kalau memungkinkan ekspor)
Perdagangan (khususnya di Kota Kandangan), konsepnya hanya akan maju apabila daerah ini memiliki hasil-hasil produksi (pertanian, perkebunan dan kehutanan, perikanan dan peternakan, industri, pertambangan, dan sebagainya) yang menjadi kebutuhan pasar (daerah lain). Konsep menjadi penghasil adalah strategi yang tepat menjadikan Kandangan sebagai sentra perdagangan (khususnya antara kabupaten dalam wilayah Kalsel maupun dengan luar Kalsel). Artinya, pasar Kandangan perlu pembenahan dan pelebaran (konsep membangun pasar baru di luar wilayah pasar kandangan adalah tindakan kurang tepat), karenanya, harus ada relokasi masyarakat di sekitar pasar Kandangan, termasuk Kantor Pemerintah Daerah, DPRD Kab. HSS, Pengadilan dan Rutan Kandangan, artinya mulai sisi jembatan Antaluddin terus sampai jalan Merah Johansyah berbelok sampai Mesjid Taqwa, pemukiman warga di sekitar pasar Kandangan semuanya menjadi satu wilayah pasar Kandangan baru, lengkap dan terintegrasi, yang didalamnya terdapat area terminal transportasi dalam dan luar daerah Kab.HSS, pasar sendiri mengakomudasi pasar semi tradisional modern (yang dianggap cocok dengan budaya perdagangan masyarakat HSS), terhadap warga masyarakat yang direlokasi harus diberikan kompensasi sesuai dengan nilai dan kelayakannya secara berkeadilan. Terhadap warga juga diberikan kompensasi berupa toko atau sejenisnya di lokasi pasar untuk mendukung kegiatan usahanya sebagaimana sebelum pasar tersebut direhabilitasi. Pusat pemerintahan, DPRD, Pengadilan dan Rutan selayaknya direlokasi ke arah Padang Batung, Sungai Raya atau Angkinang, Hal ini tentu membutuhkan kerja keras dan modal yang besar, tetapi bisa dilaksanakan namun secara bertahap. Apakah hal tersebut mampu menjamin perdagangan di HSS maju, jawabannya ya dengan syarat HSS memiliki potensi produksi yang melimpah dan layak jual ke luar daerah.
Terhadap pedagang kecil termasuk didalamnya PKL, tidak dilakukan penggusuran, adalah salah besar, menggusur PKL tetapi tidak memberi jalan keluar, memangnya daerah bisa menjamin dan bertanggung jawab terhadap kelangsungan kehidupan keluarga PKL dimaksud, pelaksanaannya tentu dengan upaya penertiban, (penertiban tidak sama dengan penggusuran), namanya penertiban berarti yang bersangkutan cuma diatur supaya tertib, teratur, nyaman dilihat, tertata, bersih dan indah, artinya mereka tetap bisa melakukan aktivitas berusaha dalam kerangka meningkatkan kesejahteraannya sementara pemerintah hanya melakukan upaya-upaya terencana dan terstruktur untuk menata PKL dimaksud sesuai dengan keinginan pemerintah. Dengan konsep demikian juga memberi arti positif bagi upaya pengentasan kemiskinan dan mengatasi pengangguran di Kab. HSS.
Baiknya sektor perdagangan tentu membawa sisi positif bagi sektor jasa lainnya, baik transportasi, buruh pasar, tukang becak, tenaga angkut barang, satpam, tukang cukur, tukang tambal, dan sebagainya, artinya, multipleeffect dari konsepsi perdagangan dimaksud mampu menjembatani berbagai profesi untuk bekerja dan berusaha dalam kerangka meningkatkan kesejahteraan diri dan keluarga serta masyarakat HSS.

(5). Aspek Layanan Dasar
Aspek layanan dasar ini adalah menyangkut pemenuhan kebutuhan dasar masyarakat HSS. Bahwa pembangunan yang dilaksanakan harus dapat menjangkau setiap lapisan masyarakat HSS untuk tumbuh, berkembang, maju dalam bingkai keadilan dan kesejahteraan. Konsepsi tentang layanan dasar ini adalah menyangkut berbagai aspek kebutuhan dasar masyarakat HSS, yang ditangan pemerintahlah semua itu dirumuskan, dikelola dan diaplikasikan. Pemerintah Daerah bertanggung jawab penuh terhadap layanan dasar secara menyeluruh dan adil bagi masyarakat HSS.

Layanan dasar dimaksud antara lain :
a. Pangan, Sandang dan Papan
Pemerintah daerah wajib menjamin ketersediaan pangan secara mencukupi di seluruh Kab.HSS. konsepsi ini memberi jaminan bahwa tidak ada kelaparan di Kab.HSS, tidak ada gizi buruk, kekurangan, pangan, apabila terjadi pemerintah daerah harus cepat tanggap untuk mengatasinya. Sandang, bahwa tidak ada masyarakat HSS yang kekurangan sandang begitu pula dengan tempat tinggal. Konsepsinya pemerintah daerah dapat memberikan fasilitas bagi masyarakat HSS dalam kerangka pemenuhan kebutuhan dimaksud. Tapi intinya, tetap memberi prioritas pada konsepsi keberdayaan individu dan kelompok masyarakat, dengan kekuatan dan potensi diri sendiri memenuhi kebutuhan dimaksud melalui usaha dan kerjakeras dalam meningkatkan taraf hidup dan kesejahterannya masing-masing. Pemerintah daerah berupaya dengan mewujudkan iklim yang kondusif bagi terciptanya iklim berusaha dan bekerja secara sehat, baik, terlindungi dan berkeadilan.
b. Pendidikan
Layanan pendidikan dimaksud dikhususkan pada pendidikan dasar wajib belajar 9 (sembilan) tahun. Artinya semua warga HSS menempuh pendidikan di HSS untuk SD dan SMP---gratis. Tidak ada pungutan, baik dalam bentuk spp maupun pungutan komite sekolah. Adalah tidak rasional, menggratiskan spp tetapi berlomba-lomba menarik sumbangan dibawah kendali komite sekolah. Kalau mau masyarakatnya terbebas dari buta huruf pendidikan dasar wajib dan gratis bagi seluruh warga HSS. Tidak ada alasan anak-anak wajib belajar tidak berada di sekolah. Dengan konsepsi ini maka Pemerintah daerah menanggung semua pembiayaan sehubungan dengan operasionalisasi kebijakan wajib belajar sembilan tahun. Alokasi pendanaan dimaksud diambil dari pos APBD. Khusus untuk untuk SMA, diberikan kelonggaran untuk memungut iuran secara terbatas melalui komite sekolah dengan mekanisme kontrol yang ketat, perimbangan pungutan dimaksud tidak boleh melebihi 25% dari alokasi penyelenggaraan pengelolaan pendidikan SMA dimaksud. Namun kedepannya hal yang sama (gratis) juga diterapkan di seluruh SMA dalam wilayah Kab.HSS. Sementara untuk pendidikan di sektor swasta dan pendidikan tinggi akan diberlakukan bantuan pengembangan pendidikan dan atau sejenisnya yang besarnya disesuaikan dengan perkembangan APBD.
c. Kesehatan
Aspek layanan kesehatan ini mencakup seluruh lapisan masyarakat di seluruh pusat-pusat layanan kesehatan. Perlindungan ini berupa jaminan pelayanan gratis, khususnya dalam upaya pemeliharaan kesehatan bagi kelompok masyarakat yang rentan terhadap berbagai serangan penyakit, misalnya ; keluarga kurang mampu dan masyarakat miskin, pelayanan ibu dan balita, pelayanan pelajar, pelayanan imunisasi, pelayanan kesehatan orang tua, jompo, penyandang kecacatan, dan sejenisnya serta pelayanan-pelayanan kesehatan dasar lainnya, termasuk didalamnya menjamin ketersediaan obat murah bagi rakyat. Selain pelayanan kesehatan dimaksud perlu juga diupayakan perlindungan atau asuransi kesehatan bagi seluruh masyarakat HSS.
d. Layanan sosial lainnya
Layanan sosial lainnya ini menyangkut layanan bagi lanjut usia, anak dengan kemampuan terbatas, anak terlantar, anak dengan permasalahan sosial serta penyalahgunaan obat terlarang (narkotika). Pemerintah daerah harus peduli dan menyediakan sarana serta pendukung lainnya untuk menjamin dan melindungi warga masyarakatnya yang mengalami sebagaimana tersebut diatas. Pembangunan panti sosial, panti asuhan dan panti rehabilitasi mutlak dilakukan. Layanan tidak hanya sebatas pada perlindungan tetapi juga pembinaan untuk pengembangan dan kemandirian yang bersangkutan untuk tumbuh dan berkembang layaknya manusia normal, sehat dan produktif. Hal ini juga merupakan indikasi perlindungan pemerintah daerah terhadap warganya sebagaimana diamanatkan UUD 1945.

(6). Pembangunan Infrastruktur
Untuk pembangunan infrastruktur memperhatikan skala prioritas dan diorientasikan pada usaha mendukung kegiatan ekonomi masyarakat. Pembangunan infrastruktur tersebut juga terintegrasi dengan pembangunan ekonomi dan sosial dalam arti seluas-luasnya. Konsep ini memerlukan kesatupaduan program dan kegiatan semua perangkat daerah. Contoh ; pembangunan jalan dan jembatan pada suatu daerah, dengan tujuan membuka isolasi daerah harus terintegrasi dengan program dan kegiatan ekonomi atau sosial yang dilakukan oleh perangkat daerah lain, sehingga kesatupaduan tersebut diharapkan melahirkan percepatan peningkatan taraf hidup masyarakat setempat. Pembangunan jalan akan diorientasikan untuk menjadi penghubung transportasi ke sentra-sentra produksi, pembukaan akses daerah, dan percepatan pengembangan kawasan sentra-sentra kegiatan ekonomi baru. Pembangunan yang utama tentu diproyeksikan untuk mendukung pengembangan sektor pertanian, berupa pembangunan bendungan, irigasi dan pendukungnya, sementara itu pembangunan fasilitas pendidikan, kesehatan dan pusat-pusat layanan sosial, ruang-ruang terbuka publik, arena bermain dan bersantai publik, hutan kota, juga menjadi prioritas pembangunan. Pembangunan infrastruktur diprioritaskan pada pembangunan baru yang benar-benar dibutuhkan masyarakat. Prioritas tersebut melalui proses penjaringan prioritas pembangunan berkonsep bottom-up (dari masyarakat).

(7). Apek Hukum dan keadilan
Pembangunan hukum diorientasikan bagi terciptanya kesamaan dan kedudukan dalam hukum dan berbagai aspeknya. Orientasi ini memberi penekanan untuk menciptakan masyarakat yang taat hukum adalah suatu tuntutan yang wajib dilaksanakan. Aspek ini menjadi penting dalam kerangka menciptakan kesejahteraan, sebab pemerintah daerah telah melakukan upaya reformasi birokrasi dengan hukum sebagai landasan utamanya maka ketertiban, keamanan, keadilan dan kesejahteraan masyarakat juga harus dilandasi oleh keteraturan dan ketaatan dalam hukum. Penerapan hukum secara formal dan material diharapkan mewujudkan keadilan di masyarakat HSS. Konsepi bahwa yang salah bila terbukti harus dihukum memberi pengertian kepada kita bahwa siapapun orangnya harus menghormati dan tunduk kepada hukum. Aplikasinya, tentu pembinaan secara terprogram, terencana dan berkelanjutan mutlak dilakukan, tentu dimulai dari hal-hal yang kecil, masyarakat tahu hak dan kewajibannya, tertib administrasi kelahiran, tempat tinggal, identitas diri, tertib administrasi berusaha, dan sebagainya. sementara itu, peran para penyidik diharapkan bekerja profesional, artinya hukum harus benar-benar menjadi landasan utama dalam penegakan keadilan, hukum tidak boleh terdistorsi oleh kepentingan, penyalahgunaan, dan berbagai tindakan-tindakan negatif lainnya, kita berharap hukum menjadi dirinya sendiri yang bebas dari berbagai distorsi dimaksud. Karenanya pembelajaran dan pembinaan masyarakat untuk tahu dan mengerti hukum mutlak dilakukan, diantaranya ; menggiatkan sosialisasi, pembentukan keluarga, komunitas, dan masyarakat sadar hukum, dan sebagainya.

(8). Zakat, Imfaq dan Sadaqah sebagai Sarana Pemberdayaan Masyarakat
Mewujudkan kesejahteraan masyarakat HSS juga dapat ditempuh melalui usaha-usaha pemberdayaan potensi ekonomi umat, khususnya umat islam selaku komunitas masyarakat yang dominan di Kab.HSS. Regulasi yang mengatur tersebut melalui landasan hukum yang kuat dengan mengacu pada Alquran dan sunah, aplikasinya melalui peran serta para alim ulama. Pemerintah daerah perlu turun langsung dalam pengelolaan dana ummat agar pengelolaannya berlangsung efektif, efesien dan profesional. Selama ini pengelolaan zakat melalui bazis kurang optimal, karenanya keterlibatan pemerintah daerah dibenarkan, tentu dengan orientasi kesejahteraan umat. Dalam tataran aplikasi, kebijakan ini dibawah kendali badan yang dibentuk dan bertanggung jawab kepada Bupati, dengan pembina para alim ulama serta pengelola dari kalangan cendekiawan muda islam Kab.HSS. Pemberdayaan umat dalam konsepsi ini melalui regulasi dana bergulir kepada komunitas umat dan personal, melalui kontrol dan pengawasan ketat dan kontinu, dana bergulir tidak dengan sistem bunga tetapi melalui saring/bagi hasil keuntungan yang didapat oleh penerima dana dimaksud, konsepsi ini terus bergulir di masyarakat melalui suatu mekanisme terstruktur, terbuka, ketat dan akuntabel. Konsep ini juga mengatasi keterbatasan APBD dalam upaya melakukan pemberdayaan komunitas masyarakat. Sehingga konsepsi ini menjadi sumber utama dana umat untuk pemberdayaan menuju kesejahteraan.

(9). Aspek Budaya dan Keagamaan
Aspek budaya diarahkan kepada terakomudasikannya aktualisasi diri masyarakat HSS pada berbagai lapangan kebudayaan. Dalam konsepsinya, pembangunan kebudayaan diarahkan dengan tetap mempertahankan budaya lokal setempat, pelestarian dan pembinaan secara berkelanjutan mutlak dilakukan. Terhadap para seniman dan budayawan diberikan apresiasi yang positif untuk mengembangkan dan mengaktualisasikan diri dalam berbagai konsep dan media. Sementara itu, regenerasi kebudayaan juga dilakukan terhadap generasi muda, hal ini tentu saja dalam kerangka menciptakan SDM generasi muda selain memiliki ilmu pengetahuan dan teknologi juga dengan melandasinya dengan moralitas, etika dan nilai yang relevan dengan kemajuan jaman dan tetap berciri lokalitas setempat. Karenanya pembangunan sarana-sarana atau media untuk mengaktualisasikan diri harus dilakukan, misal ; pendirian pusat-pusat kebudayaan, pendidikan budaya, sanggar-sanggar, dan sebagainya.
Sementara keagamaan diorientasikan agar terciptanya masyarakat HSS yang religius dengan menjadikan alquran dan sunah sebagai rujukan dalam amaliah keduniaan dan akherat. Pembangunan keagamaan diorientasikan agar tercipta hubungan yang harmonis dikalangan umat islam serta melindungi kaum minoritas. Konsep pembangunan keagamaan dimaksud bukan dalam bentuk pembangunan tempat-tempat ibadah secara populis, sebab sejak dahulu masyarakat HSS telah mampu membangun mesjid, langgar, musholla dan sebagainya dengan kemampuannya sendiri, pemerintah dalam hal ini harusnya lebih menitikberatkan pada penciptaan hubungan yang harmonis di kalangan umat beragama, penciptaan iklim yang kondusif bagi berlangsungnya kegiatan keagamaan ke arah yang lebih baik.

(10). Aspek Masyarakat Adat Dayak Lokado
Menjaga masyarakat adat Dayak loksado dengan kearifan lokalnya menjadi sangat menentukan di era modernisasi dewasa ini, tentu tidak dengan sikap yang tradisional. Penjagaan budaya dimaksud tentu dengan tujuan agar nilai-nilai religius dan budaya setempat tetap lestari. Pembangunan yang dilakukan tentu dengan memperhatikan aspek kearifan lokal setempat, diantaranya penghargaan terhadap nilai-nilai tradisional, budaya dan religi setempat. Pembangunan dilakukan melalui usaha pelibatan tokoh adat setempat dengan tetap memberi prioritas kebutuhan lokal setempat. Pembangunan yang dilakukan tentu dalam konsep kesatupaduan dengan pembangunan kepariwisataan, stressing ini menjadi penting agar disatu sisi pemerintah daerah dapat mendapat pasokan devisa dalam PADnya, masyarakat setempat juga turut menikmati kesejahteraannya dimaksud dengan meningkatnya kunjungan wisatawan (lokal maupun asing) ke lokasi dimaksud. Aktualisasi pembangunan diantaranya melalui rehabilitas dan pengembangan potensi wisata dan perlunya pelibatan pihak swasta untuk mengelola aset wisata di Loksado secara terbatas (bisa juga melalui pelibatan perusahaan daerah secara profesional) kegiatan produktif masyarakat diarahkan pada penyediaan cenderamata lokal setempat yang bernilai ekonomis yang mampu bersaing di pasar global, Dalam pengembangan wisata di Loksado perlu pengkajian secara mendalam sebagaimana puncak Bogor. Terhadap balai dan komunitas adat setempat perlunya perlindungan khusus terhadap adanya abrasi budaya, perlindungan dimaksud tentu tetap dalam kerangka pemberdayaan dalam usaha meningkatkan taraf hidup masyarakat adat Loksado.

(11). Partisipasi aktif masyarakat HSS menjadi modal dalam pemberdayaan masyarakat.
Konsepsi partisipasi memberi indikasi adanya kemauan positif dari seluruh warga masyarakat HSS untuk terlibat dalam proses perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan pembangunan. Ini merupakan potensi kolektif yang harus diarahkan dan dikembangkan menjadi penggerak pembangunan dimaksud. Konsepsi pembangunan yang berpusat pada rakyat dengan berpendekatan partisipatif mutlak diberlakukan. Konsepsi bottom up tentu menjadi aplikasi di lapangan sehubungan dengan mengarahkan partisipasi tersebut dalam wujud nyata dalam pembangunan dimaksud. Partisipasi tersebut dalam konsepsi komunal menjadi nilai lebih pada pemberdayaan masyarakat dalam kerangka mewujudkan kesejahteraan masyarakat Kab.HSS. Kemauan untuk berubah menjadi semangat positif dan bila diaplikasikan secara benar oleh pemerintah daerah menjadi suatu kekuatan yang progresif untuk mewujudkan HSS yang berkembang, maju, mandiri, adil dan sejahtera.

Sementara beberapa efesiensi yang akan dilakukan antara lain pada kegiatan : pembangunan (infrastruktur) yang tidak menyentuh langsung pada upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat (dihilangkan), rehab gedung/bangunan seleksi ketat (bila masih layak pakai dipertahankan), pembelian mobil dinas (kecuali sudah tidak layak jalan tentu melalui penilaian tim khusus indepeden yang ditunjuk), peralatan kantor (yang tidak relevan), pembelian pakaian dinas (ditiadakan), anggaran rumah tangga (diminimalisasikan) dan perjalanan dinas (yang tidak perlu). Efesiensi ini ditunjang dengan akuntabilitas yang handal, bertanggung jawab, terbuka dan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

c. Penutup
Saya hanya berharap, walaupun berbagai konsepsi diatas hanya sebuah mimpi, karena untuk masuk ke wilayah aplikasi saya masih harus banyak belajar, merenung dan berinstropeksi diri, tentang kelayakan dan kesiapan saya untuk mengemban amanah besar tersebut. Tapi paling tidak, semoga mimpi saya dimaksud dapat sedikit—sekali lagi—sedikit dijembatani oleh pemimpin yang terpilih pada pilkada nanti, saya dan juga masyarakat HSS lainnya berharap, semoga terdapat perubahan progresif di Bumi Antaluddinku nanti, paling tidak mendekati “Kandangan, Roma atau Paris”, untuk tahun-tahun ke depan. Sekali lagi, dari jauh, saya ingin mengucapkan selamat berpesta demokrasi, mari gunakan hak anda untuk menentukan HSS ke depan agar berkembang, maju, mandiri, adil dan sejahtera. Semoga pilkada langsung ini berjalan dengan damai, aman, lancar dan sukses mengantarkan kepemimpinan progresif di masa depan. Sejahteralah Hulu Sungai Selatanku. Semoga.