Senin, 26 September 2011

family's role in combating corruption.

corruption ensnare a person who was one of the causes stem from the family. How? imagine, you're in that position. when your income is not sufficient variety of household expenditure needs, either for yourself, your wife, your children or, even worse your needs are also used to meet the needs of others, for example: the lever you, your laws, your brother , your relatives, and others ... how do you able to fulfill it? of course you are looking for extra income alternatives. way, be positive, could also be negative. in corruption, then your expenses are covered by revenues that are unlawful, illegal, negative, such as: abuse of position / power to get you something, might be: money, goods or other things. it turns out, with the action of your income could actually double your income compared with the official for a month. not to mention if your wife demanding jewelry, designer furniture to fill the spaces in your house that has been built with very grand, the demands of your children to have a motor vehicle (car, motorcycle, etc), equipment yourself (clothes, accessories) , lecture coveted place with expensive fees, parents who need to be given pleasure and service (as a form of existence of your success), would require money, which you get from an improper way.
various thoughts, attitudes and behaviors into your media changes from good guy to bad guy, from straight to winding, the result is really ironic in addition to bearing the burden of psychological (not soundly asleep, edgy work, etc), psychosocial (hated by society, labeled negative and isolated from society), you also risk jail for violating the law. 've got you from that risk? My advice, think a thousand times, never do, just give understanding to your own and your small family and large, accept what is available today as a gift, and fortune have set the Lord, no need to use unlawful means just for fun moment when life on earth, you and hopefully we can all reap the wisdom behind its simplicity, may the blessings of our lives, because there is death after life, and there is life after death, there are calculations that determine, where do we will be placed, heaven or hell is choice, and in the world, this moment, if not all of that yesterday we have to chose, how do you choice?

how to eradicate corruption?

how to eradicate corruption? short answer from yourself "do not want corruption" that was the problem not all want to say "no", because of factors including greed plus establishment. if this factor which appears so any deterrent effect the death penalty though, will not be able to change the paradigm change of mindset, attitudes, behaviors and acts of corruption. mental corruption must be scraped out of each new individual then corruption can be eradicated. will to eradicate the self-start, which then accumulates into one group / community, society, until a country. This condition occurs when certain corruption will gradually be diminimaliris even eliminated. the question is, would we do that? starts from ourselves? how about you ...

Minggu, 25 September 2011

Poverty?

poverty? can be eliminated? answers can be hard work, but need to be preceded by the commitment, enthusiasm and motivation to change, life is a struggle and poverty is not destiny, but we (ourselves alone or together, the institutional, organizational) may be a cause of poverty it happened, therefore we also have to deal with it. no one want to be called poor, but if no one called the poor is certainly no so-called rich, this is one of mindset that poverty trap trapped in our thinking together, we consider the poor and rich is the vocabulary for a difference, and we are taught to discriminate distinguish, therefore we need to perpetuate poverty as a form of existence "I am rich", ironic, thought it traps us in a cage to require that "poverty does not need to be eradicated" and "let poverty still exist", because of changes in welfare means changing the position of establishment already deeply rooted in individualism "I'm rich, and you are nothing", poverty is still poverty behind it, stored existence, the ego, economic, political ... etc, that can be utilized for power or preserve and perpetuate the existence of the establishment without limit, once again ironic if not tragic ...

corruption is a common enemy

corruption is a common enemy, combating it requires hard work and sincerity, self-start, to say no when things are going to bribe or to say no when there is a gap to make the deviation of power, there will never be corruption if you do not want, however they tried to suppress, influence, even threatening, however what we do in the world eventually ends up in death and the journey does not stop, we headed to a second life in the last world later in the search reaches of hell or heaven, how do you choice?

Rabu, 14 April 2010

KEMISKINAN DIPERANGI ATAU DIPELIHARA?

Oleh : Rakhmani, S.Sos, M.Si*)

Banyak kalangan memandang kemiskinan adalah suatu malapetaka, dan karenanya pemerintah menjadikan pengentasan kemiskinan merupakan kebijakan dan program strategis untuk dilaksanakan,semenjak kemerdekaan hingga 65 tahun usianya kini. Mengapa kemiskinan menjadi isu penting dan strategis? Ternyata tidak semua kalangan menghendaki kemiskinan hilang dari bumi ini,dan sudah menjadi hukum alamnya kemiskinan sudah ada sejak jaman purba hingga kini,hanya mungkin kuantitasnya yang mengalami pasang surut.
Mengapa kemiskinan tetap ada dan tidak hilang? Pertanyaan ini menjadi sebuah “joke” yang apabila ditelaah tentu melahirkan tawa bersama.Kalau kita mau jujur, mengapa kemiskinan tetap ada walaupun berbagai kebijakan dan program telah banyak diregulasikan, ternyata tidak semua menginginkan kemiskinan tersebut lenyap.
Kemiskinan oleh mereka perlu dipelihara, mengapa? Paling tidak ada 3 (tiga) alasan mendasar kemiskinan perlu dipelihara, dan kalaupun harus dikurangi…okelah tidak apa-apa, tapi jangan sampai hilang…singkatnya, janganlah masyarakat sejahtera semua, selalu saja ada yang dikategorikan “orang miskin”, yaitu :
Pertama, Kemiskinan merupakan komuditi ekonomi yang layak jual, Lihatlah masa pilkada, banyak kandidat berkampanye untuk mewujudkan kesejahteraan dan memberantas kemiskinan, banyak program gratis dikumandangkan, keberpihakan pada orang miskin dijual, layaknya menjual kecap baru yang lezat dan “memabukkan”, tujuannya agar “orang miskin” pada akhirnya memilih si calon, yang ironisnya memang pada suatu wilayah orang yang berkategori miskin atau mereka yang dengan kesadarannya disebutkan “miskin” jumlahnya bisa lebih dari separuh penduduk setempat, dengan kata lain, menarik simpati orang miskin dengan kebijakan dan program kemiskinan pada akhirnya menjadi kartu truf agar si calon terpilih sebagai orang no.1 di daerah dimaksud. Artinya si calon menjual kemiskinan untuk kekuasaan, dalam perspektif ini kemiskinan merupakan sebuah komuditi yang layak jual, demi sebuah kekuasaan.
Kedua, Orang miskin ternyata merupakan tenaga kerja yang murah. Dalam perspektif ekonomi, sebuah produksi tentu membutuhkan sumber daya manusia. Dengan memanfaatkan tenaga orang miskin yang memang melimpah, dan mereka bersedia dibayar murah ternyata berkontribusi bagi langgengnya kemiskinan. Hubungan saling menghisap yang tidak berkeadilan tersebut ternyata terjadi tidak saja di kalangan dunia usaha yang memiliki UMR-(yang oleh kalangan pekerja selalu dikatakan tidak cukup) tetapi perusahaan selalu untung, tetapi juga terjadi di kalangan masyarakat, dimana orang miskin menjadi orang suruhan kalangan berpunya, untuk mengerjakan suatu kegiatan produksi dan jasa dengan bayaran yang sangat kecil.
Ketiga, Orang miskin mudah dimobilisasi, dipolitisasi dan dimanfaatkan oleh orang-orang yang ingin mengambil keuntungan terhadap suatu kegiatan di masyarakat, bahkan untuk kegiatan kejahatan sekalipun. Si miskin mendapatkan uang dari kegiatan tersebut, sementara si empunnya duit, berusaha memanfaatkan kemiskinan untuk mencapai sesuatu, sehingga jangan heran orang miskin banyak terjerat tindak kejahatan dan penyakit sosial lainnya tanpa disadari dan dikehendakinya.
Kita semua tentu sepakat, memberantas kemiskinan tentu tidak mudah, tetapi mewujudkan masyarakat yang hidup layak dan berkeadilan adalah cita-cita bersama yang harus diwujudkan, melalui kerja keras secara bersama-sama, kita berusaha mewujudkan masyarakat yang hidup layak dan berkeadilan, Insya Allah…(Penulis pemerhati pembangunan sosial)

Senin, 22 Maret 2010

MENANGGULANGI KEMISKINAN CUKUPKAH HANYA MEMBERI KAIL?

Oleh : Rakhmani, S.Sos, M.Si*)

Indonesia telah 65 tahun merdeka, sebuah perjalanan panjang untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakatnya, sebagaimana amanat konstitusi dalam UUD 1945. Pembangunan sebagai bentuk upaya strategis, terencana dan terprogram untuk mewujudkan cita-cita proklamasi tersebut menjadi tuntutan yang harus dilaksanakan, baik secara nasional maupun kelokalan, dalam bentuk otonomi daerah. Namun sayangnya, rentang waktu yang terbilang tidak muda lagi, kemiskinan sebagai musuh bersama bangsa ini menjadi momok menakutkan yang justru belum mampu dientaskan. Adalah suatu kewajiban Negara dan seluruh masyarakatnya untuk memeranginya.

Dalam persfektif pemerintah, upaya penanggulangan kemiskinan tersebut telah banyak kebijakan dan program diregulasikan, baik bersifat charity maupun pemberdayaan, sayangnya, semuanya menempatkan si miskin sebagai obyek bukan sebagai pelaku pemberdaya yang dengan kesadaran sendiri tergerak untuk mewujudkan kesejahteraan, baik bagi diri sendiri, maupun keluarganya. Akibatnya, kebijakan dan program tersebut melahirkan ketergantungan masyarakat miskin kepada pemerintah. Pola pemberian bantuan stimulant/bantuan yang oleh pemerintah sebagai upaya merangsang masyarakat untuk memulai usaha, yang selanjutnya dapat dikembangkan, dalam perkembangannya justru hanya sebagai bentuk hibah yang tidak jelas output dan outcomesnya. Ironisnya, masyarakat menganggap karena bersifat bantuan, maka hal tersebut merupakan bentuk kewajiban pemerintah bagi warganya, yang setiap orang dapat memperolehnya, yang pada akhirnya masyarakat beramai-ramai menamakan dirinya sebagai “orang miskin”, ironisnya, hal tersebut sudah menjadi kebiasaan bersama.

Kebijakan dan program bantuan/stimulant sebagaimana yang dilakukan pemerintah tersebut tentu dalam pemikiran “lebih baik memberi kail” bagi masyarakat miskin juga kurang tepat kalau tidak disebut sebagai bentuk kesalahan. Kalau mau memberi kail kepada masyarakat miskin, maka kebijakan dan program tersebut juga harus ditunjang dengan kebijakan dan program untuk membuka akses yang seluas-luasnya bagi masyarakat miskin untuk : 1) mendapatkan umpan secara mudah dan murah, 2) mendapatkan media pemancingan secara legal dan adil, 3) mendapatkan peningkatan SDM untuk menggunakan kail, yang tidak saja dalam persfektif tradisional tetapi juga dalam bentuk modern dan beranekaragam, 4) akses pada permodalan, baik lembaga perbankan maupun lembaga perkreditan legal lainnya, dalam upaya mendukung operasional penangkapan ikan, baik untuk mendapatkan perahu dan sejenisnya, 5) Memasuki pasar secara legal dan kompetitif untuk memasarkan hasil tangkapannya agar pada akhirnya memberi kontribusi bagi kesejahteraan masyarakat, sehingga mereka terbebas dari perangkap kemiskinan tersebut.

Dengan upaya-upaya tersebut, kita optimis kemiskinan yang menjadi penyakit akut yang melanda masyarakat dapat ditanggulangi, Insya Allah….(Penulis adalah pemerhati pembangunan daerah di Kab. HSS, Prov. Kalsel)

Senin, 08 Maret 2010

PEMBANGUNAN PERTANIAN harus !


Indonesia sejak dulu dikenal sebagai daerah agraris yang kaya akan hasil alam. kemampuan sektor pertanian sebagai landasan utama pembangunan menjadi satu titik sentral pembangunan yang mutlak harus dilakukan oleh negara dalam upaya mewujudkan cita-cita proklamasi sebagaimana diamanatkan dalam konstitusi negara, bersama mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh bangsa Indonesia, karenanya, melihat kondisi demikian, pertanian menjadi andalan negara untuk mencapai cita-cita tersebut, karenanya membangun negara ini harus dimulai dari pertanian, dan negara ini akan sejahtera bila para petaninya sejahtera, insya allah...